Erdogan di Ambang Kediktatoran
jpnn.com - Besok, Minggu (16/4), adalah hari penentuan nasib bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Sekitar 55,3 juta warga yang mempunyai hak suara akan memilih menerima ataukah menolak referendum konstitusi yang diusulkannya. Yaitu, mengubah sistem konstitusi dari parlementer ke presidensial.
Dengan perubahan konstitusi tersebut, Erdogan memiliki kuasa yang lebih besar untuk menentukan nasib Turki pada masa mendatang.
Ada 18 poin di dalam konstitusi yang bakal diubah. Salah satunya, pemilu parlemen berubah menjadi setiap lima tahun sekali bersamaan dengan pemilu presiden. Sebelumnya, pemilu parlemen dilaksanakan setiap empat tahun sekali.
Jumlah anggota parlemen ditambah, sedangkan usia untuk menjadi wakil rakyat diturunkan dari 25 tahun menjadi 18 tahun.
Erdogan juga akan memiliki kuasa lebih besar jika sistem presidensial disetujui. Kantor perdana menteri bakal dibubarkan. Erdogan juga bisa mendeklarasikan status darurat negara tanpa persetujuan kabinet.
Draf bujet negara yang sebelumnya dirancang parlemen juga akan beralih ke presiden. Politikus 63 tahun itu pun bisa memperpanjang masa berkuasanya hingga 2029.
Jumlah penduduk yang pro-kontra mengenai hal ini hampir setara. ’’Jika kubu Yes menang, kita bakal menghadapi kerusuhan. Dia (Erdogan, Red) akan menjadi presiden bagi separo penduduk di negara ini saja,’’ ujar Nurten Kayacan.
Ibu rumah tangga 61 tahun itu ikut dalam kampanye penolakan referendum di pelabuhan feri Istanbul, Jumat (14/4).