Fadli Zon: Putusan MK Membuat Demokrasi Mundur
Keputusan MK telah Mengacaukan Seluruh Jadwal dan Tahapan Pemilujpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas Ketua DPR Fadli Zon menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum semakin melicinkan jalan bagi mundurnya demokrasi.
“Saya benar-benar tidak bisa memahami nalar putusan MK,” kata Fadli, Sabtu (13/1).
Menurut dia, di satu sisi MK mengabulkan permohonan uji materi pasal 173 ayat 1 dan 3 UU Pemilu. Pasal itu mengatur partai lama peserta pemilu 2014 harus tetap menjalani verifikasi faktual. Namun, ujar Fadli, di sisi lain MK justru menolak seluruh permohonan uji materi terhadap pasal 222.
Padahal, kata dia, jelas-jelas pasal tersebut akan mendiskriminasi partai baru dalam proses pencalonan kandidat presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 nanti. “Bagaimana MK menjelaskan kontradiksi argumen semacam itu?" katanya.
Fadli menuturkan, sebagai penjaga konstitusi MK seharusnya bisa menerjemahkan spirit secara koheren, konsisten, dan komprehensif.
Hanya saja dalam kasus uji materi terhadap UU Pemilu kemarin, Fadli tidak melihat koherensi tersebut. Dalam pertimbangannya, misalnya, MK menilai ambang batas pencalonan presiden 20 persen relevan untuk memperkuat sistem presidensial.
Padahal jelas-jelas aturan tentang presidential threshold (PT) itu sangat bias sistem parlementer. “Di mana relevansinya? Itu kan kontradiktif. MK menjadi seolah ahli politik,” ungkap Fadli.
Menurut Fadli, hal ini hanya menghasilkan berulangnya praktik berdemokrasi Indonesia. Sebab, jika melihat lagi ke belakang, salah satu alasan melakukan amandemen UUD 1945 adalah untuk memurnikan sistem presidensial. Itu sebabnya, UUD hasil amandemen mendesain agar Pileg dan Pilpres dihelat secara serentak.