Fadli Zon: Putusan MK Membuat Demokrasi Mundur
Keputusan MK telah Mengacaukan Seluruh Jadwal dan Tahapan PemiluDalam tiga pemilu lalu, lanjut Fadli, desain untuk memperkuat sistem presidensial ini telah dicederai oleh UU Pemilu lama yang selalu menempatkan perhelatan Pilpres digelar sesudah hajatan Pileg.
"Akibatnya, Pilpres jadi seperti politik dagang sapi. Apalagi, ada ketentuan tentang presidential threshold yang secara tidak langsung sebenarnya tengah mencangkokkan sistem parlementer ke dalam sistem presidensial," paparnya.
Untung kemudian ada Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, yang dibacakan pada 21 Januari 2014.
Pada waktu itu MK mengabulkan gugatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak. Adanya putusan itu telah mengoreksi praktik yang tak sesuai dengan desain konstitusi tersebut.
Sayangnya, dengan keputusan terbaru yang dibuat MK kemarin, yang menolak uji materi terhadap Pasal 222 UU 7/2017, secara ironis langkah maju itu kini akan mundur kembali.
"Demokrasi yang seharusnya bisa membuka ruang bagi setiap orang yang ingin maju dalam Pilpres, dan memberi kebebasan partai politik untuk mengajukan calon terbaik versinya masing-masing, kini kembali ditutup,” tutur Fadli.
Dia menambahkan putusan MK itu bisa membuka peluang terjadinya penguatan pemerintahan otoriter. Sebab, dengan menjadikan PT sebagai argumen bagi penguatan sistem presidensial, sebenarnya sedang membuat tafsir bahwa sistem presidensial yang benar adalah jika presiden dan parlemen dikuasai oleh partai atau kelompok yang sama.
“Tafsir semacam ini berbahaya bagi demokrasi dan tata pemerintahan. Parlemen adalah lembaga kontrol pemerintah. Fungsi kontrol ini bisa mandul jika parlemen selalu dipaksa atau didesain untuk sama dengan Presiden, ataupun sebaliknya," paparnya.