Fahri Hamzah: Gaji Sudah Terlalu Besar, Kurang Ajar Kalau KPK Masih Jahat
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mendukung pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Anti-Korupsi. Menurut Fahri, penegakan hukum memang harus melalui institusi-institusi permanen dalam negara yakni kepolisian dan kejaksaan.
"Kenapa disebut institusi permenen? Karena di semua negara institusi ini pasti ada. Dan institusi ini disebut dalam konstitusi," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/8).
Kedua, lanjut Fahri, pasal 27 UUD 1945 menyebutkan bahwa semua warga negara memiliki kesamaan kedudukan di mata hukum. Artinya, tidak ada diskriminasi terhadap warga negara di mata hukum.
Sekarang, kata dia, tidak ada kepastian hukum kepada warga negara. Sebab, hukuman di setiap lembaga berbeda-beda. Misalnya, di KPK hukumannya berat. Sedangkan Polri dan kejaksaan hukumannya ringan. "Maka itu, artinya ada unsur ketidakpastian hukum dan hukum tidak berlaku sama bagi semua orang," katanya.
Karena itu, Fahri menegaskan, sebenarnya pekerjaan penegakan hukum nanti pada akhirnya harus diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan. "Di semua negara juga begitu," tegasnya.
Dia mengatakan, kepolisian dan kejaksaan di Indonesia ini sudah berfungsi. "Menangkap teroris saja bisa kok (yang termasuk) tugas berbahaya, masa menangkap pelaku korupsi tidak bisa," ujarnya.
Hanya saja, kata Fahri, masih banyak yang cenderung melakukan emotional blackmail kepada kepolisian dan kejaksaan. Masih banyak anggapan polisi dan jaksa tidak sanggup, korup terus menerus dan seolah-olah di Komisi Pemberantasan Korupsi tidak ada masalah. "KPK juga banyak. Cuma KPK tidak bisa disadap, di OTT akhirnya terlihat hebat sendiri. Nah, ini yang salah," katanya.
Dia mengatakan, saat ini polisi dan jaksa itu sudah bebenah. Sebanyak 400 ribu personel Polri adalah anak bangsa terbaik yang datang dengan niat baik. Demikian juga dengan puluhan ribu jaksa, hakim semua niatnya baik. Sayangnya, mereka tidak diberi kompensasi yang besar seperti yang didapatkan KPK. "Nah ini tidak fair, coba dikasih kompensasi seperti di KPK. Karena kompensasi di KPK itu terlalu besar," ujarnya.