Fahri Hamzah: Gaji Sudah Terlalu Besar, Kurang Ajar Kalau KPK Masih Jahat
Karena itu, ujar Fahri, dengan kompensasi besar yang diberikan negara, maka jika masih ada yang berbuat jahat di KPK itu berarti kurang ajar. "Memang kalau orang berbuat jahat di KPK itu sudah kurang ajar karena gajinya (sudah) terlalu besar," tegasnya.
Menurut Fahri, masa depan pemberantasan korupsi ada di polisi bukan KPK. "KPK itu lembaga ad hoc," tegas Fahri.
Dia menambahkan, KPK tidak harus ada selamanya. Apalagi, ongkos membiayai KPK sangat mahal. Menurut Fahri, untuk membayar kurang lebih 1000 pegawai KPK negara mengeluarkan hampir Rp 1 triliun. Ini berbeda dengan ongkos membiayai kurang lebih 400 ribu anggota Polri dan puluhan ribu jaksa. "Kan tidak fair. Kalau mau istimewakan KPK, istimewakan juga polisi dan jaksa," katanya.
Dia mengatakan, gaji polisi dan jaksa yang ada di KPK berbeda dengan mereka yang ada di institusi Polri dan kejaksaan. "Coba kalau biaya operasionalnya sama. Ini KPK jemput orang pakai privat jet ke Amerika Latin sana ke tempat (pelarian) Nazaruddin. Tidak ada batasnya, karena sistemnya itu ad cost lumpsum. Biaya seperti ini juga di-cover negara," katanya.
Karena itu, kata Fahri, jangan terlalu menganggap KPK itu seperti malaikat. Jangan anggap semua yang dilakukan KPK itu hebat.
"Kalau begitu, pimpinan KPK saja suruh jadi presiden, Abraham Samad, BW (Bambang Widjojanto) jadi presiden. Itu orang-orang hebat kan?" sindirnya.
Bahkan, lanjut Fahri, kalau besok-besok misalnya Setya Novanto diganti, suruh saja Agus Rahardjo yang juga diduga terlibat e-KTP menjadi Ketua DPR. "Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menggantikan Ketua Majelis Ulama Indonesia. Apa begitu cara berpikir kita? Kacau ini, tidak berpikir sistemik, (semua menganggap) KPK pasti jago nih, tidak ada yang brengsek. Nah, ini yang harus dievaluasi," katanya.
Lantas apakah kehadiran KPK sudah bisa membuat Polri dan Kejaksaan membaik sekarang ini? "Pasti sudah. Semua orang berubah," katanya. (boy/jpnn)