Fahri Hamzah, Jokowi dan Abu Bakar Baasyir
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo alias Jokowi sudah meminta pertimbangan DPR dan Mahkamah Agung dalam upaya memberikan grasi untuk pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir.
Menurut Fahri, parlemen juga pengin mendengar dari pemerintah apa instrumen yang digunakan untuk membebaskan terpidana terorisme tersebut.
"Saya belum tahu apakah presiden sudah mengirimkan surat pertimbangan. Tapi setahu saya yang sampai di meja pimpinan belum ada permohonan pertimbangan atas pembebasan itu,” kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/1).
Menurut Fahri, dalam menggunakan hak itu, presiden memerlukan pertimbangan dari DPR dan MA. Dia menjelaskan, pasca-amandemen keempat UUD 1945, presiden tidak diberikan hak mutlak lagi atas instrumen yang di luar kewenangan eksekutif.
“Karena ini kan sebenarnya wilayahnya yudikatif karena (perkaranya) telah diputuskan oleh pengadilan,” jelas Fahri.
Fahri juga mengingatkan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan pemerintah sejak awal seharusnya tidak boleh mengirim sinyal yang ambigu terkait sikap terhadap kelompok-kelompok ulama dan Islam. Menurutnya, sikap ambigu ini ini membuat dunia luar melihat pemerintah tidak mantap atas apa yang selama ini dikampanyekan. “Tapi biarlah jadi risiko dari keputusan presiden,” katanya.
Mantan wasekjen PKS itu menduga dunia internasional tidak menerima baik pembebasan Baasyir tersebut. Sebab, ujar Fahri, Abu Bakar Baasyir sudah terlanjur dicitrakan di luar negeri sebagai gembong paling dalam dari jemaah islamiyah.
“Tapi, biarkan risiko ditanggung pemerintah. Yang penting yang pertama tadi apakah dalam menggunakan kewenangannya itu sudah melalui proses yang benar sebagaimana diatur UU,” katanya. (boy/jpnn)