Full Day School, Mau Ditaruh di Mana Siswanya?
Asrorun menilai tidak masuk akal bila kebijakan itu, antara lain, mempertimbangkan kondisi orang tua yang sibuk bekerja.
Hal tersebut tidak bisa digeneralisasikan sehingga akhirnya harus mengubah jadwal aktivitas anak. Sebab, pada kenyataannya, tidak semua orang tua bekerja di luar rumah.
Selain itu, penerapan suatu program sejatinya harus diikuti perbaikan yang memadai. Tidak hanya dengan mengandangkan waktu anak di sekolah tanpa perbaikan sistem pendidikan, yang menjadikan lingkungan sekolah ramah anak. Bila tidak, kebijakan itu malah berpotensi menimbulkan kekerasan di lingkungan sekolah.
”Karena itu, kebijakan pendidikan, apalagi yang bersifat nasional, tidak bisa didasarkan pengalaman orang per orang. Tidak boleh hanya berdasar pengalaman pribadi. Selain itu, setiap anak memiliki kondisi berbeda-beda yang tidak bisa disamaratakan,” ujarnya di Jakarta kemarin (9/8).
Yang kedua berkaitan dengan interaksi sosial anak. Menurut dia, menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah bisa jadi malah mengganggu intensitas interaksi anak.
Bahkan, dikhawatirkan bisa berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak. Pasalnya, anak yang butuh interaksi dengan lingkungan rumah dan keluarga justru berada lebih lama di sekolah.
”Kondisi anak tidak bisa disamaratakan. Dalam kondisi tertentu, anak jangan lama-lama di sekolah. Seperti anak kelas I SD, harus segera pulang agar cepat berinteraksi dengan orang tua,” ujarnya. (wan/via/mia/lum/c10/ang)