G20 Summit Dinilai Memperkokoh Neoliberal
Kamis, 11 November 2010 – 13:07 WIB
"Hal lain yang sangat mencengangkan kita, G20 juga tidak mempersoalkan monopoli US Dollar dalam ekonomi global. Monopoli US Dollar dari likuiditas finansial mereproduksi ketidakseimbangan global, dan bersamaan dengan agenda deregulasi finansial, memaksa negara yang mengeluarkan mata uang selain US Dollar, Yen dan Euro, untuk mengakumulasi cadangan dengan cara yang defensif, hingga memberikan dampak positif kepada monopoli US Dollar dan mengorbankan sumber daya untuk investasi yang produktif, penciptaan lapangan kerja, dan generasi yang sejahtera," imbuhnya.
Dominasi dolar AS, lanjut Yuyun pula, telah meningkatkan ancaman bagi negara-negara miskin terhadap serangan mata uang asing. Currency war (perang mata uang) yang terjadi menjelang pertemuan G20 di Seoul, menurutnya merupakan bentuk ancaman yang sangat membahayakan bagi stabilitas ekonomi negara berkembang dan negara miskin. "Kami menilai, krisis tidak bisa diselesaikan dengan cara memperkuat peran lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Yang harus dilakukan justru menghentikan kekuatan lembaga-lembaga keuangan internasional tersebut dalam mengontrol pembangunan," tegasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, penyaluran pinjaman-pinjaman yang tidak sah di masa lalu, menyebabkan negara berkembang dan negara miskin terjerumus dalam perangkap neoliberal, serta mengakumulasi beban utang yang sangat besar. Oleh karena itu, penambahan kuota bagi negara berkembang di kedua lembaga tersebut katanya, merupakan ilusi bagi terciptanya sebuah tatanan dunia yang lebih adil. "Selain tidak berdampak bagi perubahan fundamental di dalam lembaga tersebut, penambahan kuota tidak menggeser dominasi AS di dalamnya," ungkapnya.