Gagal Jadi Anggota Dewan, Caleg Segel Sekolah
"Kami juga sudah berusaha menyelesaikan permasalahan (penyegelan) itu,” ujarnya.
Menurutnya, sekolah itu dibangun pada 1975 dan tidak ada tuntutan dari pemilik lahan. Saat itu, SD tersebut masih berstatus sekolah inpres.
Seiring waktu, pemilik lahan meninggal dunia. Namun, ahli waris meminta pemerintah daerah untuk membelikan dua ekor kambing.
"Saat itu tak dapat dipenuhi pemerintah daerah. Hingga akhirnya harga lahan naik jadi Rp 16 juta. Tahun berikutnya harga naik sampai Rp 50 juta," beber Dedy.
Sekitar 2013, lanjut Dedy, caleg yang saat itu sebagai kades berinisiatif membayar menggunakan ADD. Pembayaran dilakukan dua kali.
"Akan tetapi, tidak ada lapor ke Disdikbud. Hal itu kami anggap inisiatif karena surat-surat kepemilikan tanah juga tidak ada," ungkapnya.
Mengenai permintaan ganti Rp 500 juta, dirinya menganggap hal itu tidak masuk akal. Apalagi, tanpa dilengkapi surat-surat.
"Kasusnya mirip dengan SDN 019 Tanjung Selor,” ujarnya. (uno/fen/prokal/jpnn)