Gagal Masuk Sekolah Bola karena Bapak Meninggal
Rabu, 13 Januari 2010 – 03:23 WIB
"Mungkin itu buntut kekesalan saya selama ini. Mewakili suara suporter seluruh Indonesia ,saya merasa ada yang tidak benar dengan PSSI. Mencari 11 pemain bola dari 200 juta penduduk masa tidak bisa?" katanya.
Fanatisme Hendri terhadap sepakbola memang bukan main-main. Empat kali Jawa Pos bertanya tentang cita-citanya, dengan mantap dia menjawab: menjadi pemain bola! Lantas mengapa tidak menggapai mimpinya itu? Mumun menjawabnya dengan alasan klasik, karena tak ada biaya. "Sebelum almarhum bapaknya meninggal, lulus SMP Hendri sudah minta masuk sekolah bola. Tapi tidak boleh sama beliau. Kini tinggal saya yang merawat Hendri. Jadi, ya, mau tidak mau mimpi itu harus dipendam," ujarnya.
Hendri dan dua kakaknya tinggal di rumah berukuran 15x10 meter di komplek pesantren. Tiap hari sang ibu berjualan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di ruang tamu yang hanya beralaskan karpet, tampak deretan buku dan kitab kuning terjajar rapi. Foto keluarga dan kaligrafi ditempel di tembok bercat kuning sejajar dengan stiker hijau logo Nahdlatul Ulama (NU).