Gara-gara Warisan, Pelawak ini Mendekam di Penjara
jpnn.com - Bagi mereka yang akrab menonton acara Blakra’an yang tayang di JTV (Jawa Pos Group), nama pelawak Eko Londo tentu tidak asing lagi. Gayanya yang khas saat memandu acara membuat pria yang juga aktif di dunia seni Surabaya itu memiliki banyak penggemar. Kini, sang pelawak harus mendekam di balik dinginnya jeruji besi penjara. Semua gara-gara warisan. Seperti apa ceritanya?
===
''DULUR, ketemu maneh barek aku Cak Albaroyo, yo opo kabare? Mugo-mugo sampeyan seger waras, akeh rezekine. Dino iki aku dikancani ambek dulurku Nico alias Suhorno Guduk Suporno loh. Ngejak sampeyan blakra'an luru riwayate masyarakat Eropa ndek Suroboyo. Yo opo riwayate, makano sampeyan ojok ngalih nang endi-endi. Simaken terus blakra'anku iki. Ok, Ok!
Begitulah kalimat sapaan Eko Londo ketika membawakan acara Blakra'an episode Kampung Eropa di Surabaya. Dengan logat Suroboyoan, acara yang tayang di JTV tersebut begitu lekat dengan sosok Eko. Tapi, kini pemirsa JTV tidak bisa lagi menyaksikan tingkah jenakanya. Sebab, Eko meringkuk di dalam sel sejak sepekan lalu.
Dikawal seorang penyidik, Eko berjalan dengan santai menuju Unit Harda Satreskrim Polrestabes Surabaya. Kemarin (28/12) dia kembali menjalani pemeriksaan. Polisi mengatakan bahwa kasus yang membelit Eko sudah lama diproses. Sudah tiga Kasatreskrim yang menangani kasusnya. Eko dijerat pasal 378 KUHP tentang penipuan. "Dia buron sejak 2014," tegas Kanitharda Iptu Teguh Setyawan. Layaknya tahanan lain, Eko juga mengenakan kaus merah, celana pendek biru, dan sandal jepit. Meski demikian, raut muka pria bernama lengkap Eko Untoro Kurniawan itu tetap terlihat kocak.
Versi polisi, kasus tersebut bermula pada 1987. Kala itu, seseorang bernama Soebijono melakukan jual beli dengan orang tua Eko di notaris Rika. Lalu, pada 1993 Eko menandatangani akta di notaris Rika yang menyatakan bahwa benar orang tuanya telah menjual bangunan di Tiongkok kepada Soebijono. Selanjutnya, pada 2002 Eko mengirim surat kepada Soebijono. Intinya, Eko sanggup membantu mengurus rumah di Tiongkok hingga resmi menjadi milik Soebijono. Namun, Eko mengajukan syarat.
Yakni, meminta diberi mobil Mitsubishi Kuda baru. Lalu, pada 2013 dibuatlah akta untuk memperbarui akta 1993 yang menyatakan bahwa rumah milik orang tua Eko telah dijual kepada Soebijono dan Eko menerima uang Rp 500 juta. Ternyata Eko mengingkari isi akta. Akibatnya, Soebijono tidak bisa mengurus rumah di Tiongkok itu.
Namun, Eko punya cerita tersendiri. "Awalnya pada 1987, saya ini tidak tahu bahwa bapak ninggali warisan. Wong bapak saya cuma sopir bemo," tutur Eko. Sambil membawa sontekan dua lembar kertas berisi silsilah keluarganya, Eko lantas menceritakan kasus yang menimpanya. Ceritanya, dia mendapat warisan dari moyangnya. Dia berhak mendapatkan sebuah bangunan di Tiongkok.