Garam NTT Berpotensi Besar Jadi Pengganti Impor
Penerapan teknik produksi yang lebih baik ditambah kondisi alam bisa membuat NTT menjadi produsen garam berkualitas. NTT salah satu daerah terbaik di Indonesia untuk produksi garam.
Sebab, periode kemaraunya bisa sampai 7 bulan per tahun, kecepatan angin rata-rata 40 kilometer per jam, dan kelembaban nisbi 60 persen. Tidak kalah penting, pencemaran laut amat rendah sehingga bahan baku garam menjadi lebih bersih.
Pada kesempatan yang sama Presiden Direktur PT Cheetham Garam Indonesia, Arthur Tanudjaja, menyebut bahwa pihaknya menggunakan sistem portugis untuk memproduksi garam di Malaka. Seperti disampaikan Umbu, sistem Portugis menghasilkan garam lebih baik.
Sistem Portugis lebih dulu membuat lapisan garam sebagai alas untuk produksi selanjutnya. Setelah lapisan dasar selesai dan mengeras, baru mulai pembuatan garam untuk dipanen. Sistem ini memang membutuhkan waktu lebih lama.
Dalam sistem tradisional, garam langsung dipanen setelah lapisan pertama mengering. Metode itu membuat garam bersentuhan dengan tanah. Sementara di sistem Portugis, garam yang dipanen tidak bersentuhan dengan tanah.
Di sisi lain, Arthur menyinggung fakta impor garam di Indonesia dapat dikatakan sangat kecil, karena industri pengguna garamnya belum besar seperti negara lain. Dia membandingkan dengan negara Amerika Serikat sebagai produsen garam terbesar ke dua di dunia. “Amerika mengimpor garam sebanyak 18 miliar ton dalam satu tahun," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk mengatakan nilai ekspor hasil industri pengguna garam pada tahun 2020 sebanyak USD 51 miliar.
Sedangkan impor garam pada tahun 2020 senilai USD 97 juta. Nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019 sebesar USD 47,9 miliar.