Gawat, Dewan Moneter Berpotensi Jadi Pintu Masuk Kepentingan Politik ke Bank Indonesia
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai terdapat sisi negatif atas rencana pembentukan Dewan Moneter seperti tertuang di dalam revisi UU Nomor (RUU) 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Dia pun menyinggung jejak sejarah dari pembentukan Dewan Moneter. Masuknya kepentingan politik ke dalam tubuh bank sentral, pernah terjadi ketika Dewan Moneter terbentuk pada 1953.
Dari pembentukan yang lalu, kata Anthony, campur tangan politik di tubuh Bank Indonesia, membuat sektor perekonomian berantakan.
Anthony mengungkapkan itu dalam diskusi virtual bertajuk Pembentukan Dewan Moneter: Skenario Merancang BI menjadi Kasir Pemerintah dan Penalang Bank Bermasalah?" yang diselenggarakan Forum Tebet (Forte), Jumat (11/9).
"Kami tahu Menteri Koordinator Perekonomian sudah ketua umum partai politik. Apakah Menteri Keuangan steril dari partai politik? Itu kami pertanyakan. Kalau tidak steril itu agak susah dan itu pasti ada kepentingan," tutur dia.
Menurut Anthony, pemisahan kepentingan politik dalam bank sentral sejatinya sudah menjadi standar internasional. Tanpa pemisahan, dia khawatir, kepentingan politik tersebut membuat kasus dana talangan (bailout) bisa berulang.
"Bagaimana kalau kepentingan politik masuk ke BI? Bagaimana kalau ada perusahaan yang harus bailout, yang seharusnya likuidasi, tetapi dengan itu (bailout) dia harus minta uang terus (ke BI)," ujar dia.
Selain itu, lanjut Anthony, usulan pembentukan Dewan Moneter dalam RUU Nomor (RUU) 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga dapat menghancurkan sistem moneter di Indonesia.