Gerakan Reformasi Membawa Perubahan Pada MPR
jpnn.com, SURABAYA - Anggota MPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha mengatakan,sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen, MPR memiliki kewenangan yang mutlak. Salah satu kewenangan yang dimililki itu adalah dapat memberhentikan Presiden.
“Tahun 2001, Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR,” ujarnya saat menjadi narasumber Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode training of trainer (TOT) bagi kalangan perwira menengah TNI AL, di Surabaya, Jawa Timur, 2018.
Proses pemberhentian Presiden menurut mantan Wakil Bupati Sukoharjo, Jawa Tengah, itu sekarang tak seperti dahulu. Melewati proses DPR, MK, dan MPR. Prosesnya berbelit dan panjang. "Sehingga pasca amandemen mustahil untuk bisa memberhentikan Presiden,” paparnya.
Menurutnya, banyak perubahan dalam UUD Tahun 1945 pasca-amandemen. Dulu, kata dia, anggota MPR di antaranya terdiri dari utusan daerah dan golongan. Sekarang anggota MPR dipilih oleh rakyat lewat Pemilu yang memilih anggota DPR dan DPD.
“Dengan demikian sekarang MPR lebih mencerminkan kemauan rakyat,” ujar alumni UNS, Surakarta, Jawa Tengah, itu.
Diceritakan, dulu Soeharto bisa menjadi presiden berkali-kali sebab dalam UUD Tahun 1945, tidak ada batasan bagi seseorang untuk menjadi dan menjabat sebagai Presiden.
Menurut Mohammad Toha hal demikian sekarang tak bisa terjadi lagi. "Konstitusi membatasi masa jabatan Presiden selama dua kali,” paparnya. Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah munculnya pemerintahan yang otoriter.
Perubahan yang terjadi dalam UUD membuat sistem tata negara Indonesia menganut sistem saling mengawasi. "Dari vertikal hierarkhis menjadi horizontal fungsional,” ujarnya.