Gerindra Ingin Jasa Konstruksi jadi Sumber PNBP
jpnn.com - JAKARTA - Komisi V DPR terus menggesa pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Jasa Konstruksi sebagai revisi dari UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Salah satu targetnya adalah menjadikan sektor jasa konstruksi sebagai sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Gerindra, M Nizar Zahro mengatakan dalam RUU yang baru ini ada sejumlah perubahan yang diperjuangkan, antara lain hadirnya Badan Akreditasi Jasa Konstruksi dan lembaga independen yang bisa menyelidiki kegagalan jasa konstruksi yang menggunakan APBN.
Menurut Nizar, UU Jasa Konstruksi yang ada saat ini beserta aturan turunannya memberikan kewenangan kepada lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional/daerah untuk melakukan pendidikan, pengembangan dan sertifikasi terhadap badan hukum/perseroan kecil menengah.
Nah, khusus sertifikasi, itu menimbulkan biaya yang selama ini dikelola sendiri oleh lembaga pengembangan jasa konstruksi dari perseroan terbatas, sehingga tidak masuk PNBP. Nah, melalui RUU Jasa Konstruksi yang terdiri dari 12 bab dan 54 pasal, dilakukan sejumlah peurbahan.
"RUU ini akan berubah total. Kita ingin dipisahkan, lembaga pengembangan jasa konstruksinya tetap. Dia melakukan pelatihan, pendidikan. Namun untuk sertifikasi itu diberikan pada badan akreditasi jasa konstruksi nasional," kata Nizar di gedung DPR Jakarta, Kamis (23/4).
Arahnya, lanjut Ketua DPP Gerindra bidang Perubahan Rakyat ini, ke depan Presiden Joko Widodo akan membentuk badan akredreditasi jasa konstruksi atas peresetujuan DPR. Setelah itu semua sertifikasi badan usaha kecil menengah dan segala biaya yang ditimbulkan harus masuk PNBP.
"Sehingga dia bisa masuk APBN melalui PNBP dan BPK bisa mengaudit berapa secara nasional dia mendapat iuran sertifikasi itu. Dengan begini akan ada sumbangsih pada negara. Itu perubahan yang sangat fundamental," tuturnya.
Kemudian, dalam RUU yang baru ini juga akan diatur mengenai keberadaan lembaga independen yang khusus menyelidiki kasus-kasus kegagalan pekerjaan konstruksi. Menurutnya, UU yang ada belum mengatur secara tegas sanksi administratif baik perdata maupun pidana.