Girindra Sebut 12 Titik Potensi Kerawanan Pemilu 2019
Di masa tenang juga harus diantisipasi mobilisasi pemilih yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada masa tenang menurut pengalaman Pemilu maupun Pilkada lalu, ada saja ASN dengan dalih kegiatan tertentu mengajak warga kumpul untuk mengarahkan pemilih memilih palon tertentu, bahkan sedikit mengintimidasi. Yang paling rawan adalah di tingkat kelurahan atau nama lainnya.
Kesembilan, di hari H, rekapitulasi suara oleh PPS di tingkat desa dan kelurahan. pengalaman pada Pemilu Orde Baru, Pemilu 1999, dan Pemilu 2004,2009, 2014, selalu ada mobilisasi kekuatan politik yang dilakukan di tingkat desa dan kelurahan sebagai sebuah entitas politik dan belum ada kajian serta solusi untuk mengeliminir potensi kecurangan itu agar tidak terjadi pada pemilu 2019. Saat pemilu 2014 banyak petugas penyelengara seperti PPS yang melakukan ancaman pengunduran diri massal di tingkat PPS karena alasan yang beragam, seperti honor yang rendah namun tanggung jawab yang besar, ditambah sanksi pidana dan denda jika melakukan kelalaian. Bukan hanya di tingkat PPS saja, namun di tingkat kecamatan, kabupaten hingga pusat juga rawan. Hal ini tentu akan berpeluang menimbulkan konflik, celah kecurangan semakin menganga dengan politik uang untuk penyelenggara jajaran bawah.
Kesepuluh, ketidakpahaman dan kelalaian penyelenggara tingkat bawah, yakni KPPS, ketika ada pemilih yang memenuhi syarat memilih akan tetapi tidak dapat memilih, seperti pemilih yang belum terdaftar di DPT namun memiliki E-KTP, atau pindah domisili, dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan potensi konflik di wilayah tersebut.
Kesebelas, intimidasi berbentuk hasutan kebencian atau SARA diprediksi akan terjadi dalam Pemilu serentak kali ini. Coblos missal yang terjadi di Pemilu 2014 jangan sampai terulang lagi, seperti di Pemilu 2014 lalu, di Ketapang Barat, Sampang, Madura telah ditemukan kejanggalan di 17 TPS, dimana suara dari salah satu pasangan capres dan cawapres nihil. Hal ini jelas menjadi pertanyaan besar publik yang mengundang kecurigaan.
Keduabelas, berita-berita hoaks akan terus bergulir, dan puncaknya diprediksi akan masif menjelang dan di masa tenang, hingga hari pemungutan suara.
“Ini harus diantisipasi oleh semua pihak. Khususnya pihak keamanan harus betul-betul merespons cepat jika ada berita yang berpotensi mengganggu jalannya proses penyelenggaraan pemilu, khususnya di hari H dan tahapan rekapitulasi,” katanya.(fri/jpnn)