Golkar Dominan di Wilayah Demokrat
Persentase Kemenangan PilkadaMinggu, 31 Oktober 2010 – 08:18 WIB
Burhan mengingatkan, meski meraih suara signifikan di pilkada, itu tetap saja tidak bisa menjadi tolok ukur bagi Pemilu 2014. Dalam posisi kemenangan Golkar, calon kepala daerah hanya diukur berdasar popularitas. Sementara yang dibutuhkan dalam pemilu nasional adalah popularitas dan elektabilitas. "Golkar juga tidak bisa mengklaim menang karena di dalamnya ada iuran partai lain," ujarnya.
Salah satu tolok ukur adalah raihan Golkar pada pilkada periode 2004"2009. Ketika itu Golkar juga dominan dengan meraih 42 persen suara dalam pilkada. Namun, raihan tersebut ternyata berbanding terbalik dengan merosotnya suara Golkar pada pemilu legislatif. "Pengalaman membuktikan, banyak kepala daerah yang merasa tidak memiliki utang budi (karena sudah populer)," kata Burhan.
Faktor kepopuleran "namun tidak memiliki loyalitas" itu juga menjadi catatan pembahasan di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar pertengahan Oktober lalu. Laporan komisi C rapimnas yang membidangi pilkada menyatakan, tokoh dari luar Golkar terkadang hanya populer, namun tidak memiliki kontribusi signifikan. "Tokoh dari luar terkadang merugikan Golkar," ujar Lakama Wiyaka, juru bicara komisi C.