Golkar Genjot Sosialisasi Program Islami Ahok-Djarot
"Makanya tidak ada salahnya kalau partai Golkar mencalonkan nomor dua pada Pilkada DKI karena terbukti mempunyai keberpihakan pada agama Islam. Buktinya lagi apa? seumur-umur punya gubernur, enggak pernah punya masjid di balai kota, tapi baru pada masa Basuki-Djarot ada masjid megah di balai kota bernama masjid Fatahillah. Ini menandakan Pak Basuki meskipun belum beragama Islam tapi hatinya Islami," imbuh Nusron.
Anehnya, lanjut Nusron, program yang sudah pro masyarakat Islam seperti ini masih diganggu dan diteror oleh orang yang ingin melanggengkan korupsi. Caranya dengan menuduh orang yang mendukung Ahok-Djarot sebagai orang kafir. Seolah mereka paling benar dan paling memiliki agama Islam sendiri.
Nusron menjelaskan, Islam di Indonesia mayoritas ahlussunnah wal jamaah. Tanda-tanda orang ahlussunnah wal jamaah ada sepuluh. Salah satunya yang nomor tujuh bunyinya 'tak boleh mengafirkan seseorang kalau orang itu masih ahli qiblat atau masih salat'.
"Lha masih salat, gara-gara milih Pak Basuki dibilang kafir. Orang seperti ini yang membuat ribet. Makanya Golkar yang nasionalis akan pasang badan di depan melawan yang mengganggu masyarakat dan suka mengafirkan," lanjutnya.
Ciri ahlussunnah wal jamaah nomor delapan, lanjut Nusron, adalah mensalatkan orang yang meninggal dunia selama orang itu adalah ahli qiblat. Namun yang terjadi, ada golongan orang, gara-gara beda pilihan di Pilkada kemudian ketika ada yang meninggal mereka menolak mensalatkan.
"Nah ini yang melakukan pasti dan saya yakin bukan bagian dari ahlussunah wal jamah. Ini pasti yang aneh-aneh dengan jenggot panjang dan celananya cingkrang mengkafirkan orang lain kayak Islam punyanya sendiri. Yang model begini harus dilawan. Jangan takut memilih nomor dua, karena selama masih salat ya tentu masih Islam," tandas Nusron. (adk/jpnn)