Gudeg Bu Tjitro 1925 Dalam Kemasan Cakep, Omzet Rp 300 Juta
"Karena banyak yang pengin makan gudeg kami, makanya kami berpikir kenapa tidak dikemas dalam kaleng atau apa gitu biar awet tapi tidak mengubah citarasanya. Alhamdulillah ada teknologi dari BPTBA LIPI," ujar Danu kepada JPNN saat melakukan peninjauan di pabrik pengalengan makanan LIPI, Gunungkidul, Jumat (14/7).
Gudeg Kaleng Bu Tjitro 1925 yang dimulai 2008 ini pun berkembang pesat. Meski terbilang usaha kecil menengah (UKM), Danu bisa meraup omzet dalam kisaran Rp 300 juta per bulan.
Setiap bulan, Danu yang mempunyai 24 karyawan (khusus pabrik gudeg kaleng) ini bisa menjual 12.000 kaleng. Di bulan tertentu seperti Ramadan dan Syawal, Danu bisa menjual dua sampai tiga kali lipatnya. Padahal gudeng kalengnya dipasarkan terbatas hanya lewat online dan saat pengunjung mengunjungi Restoran Gudeg Bu Tjitro 1925.
"Belum bisa produksi besar-besaran karena masih pakai Tanda Daftar Industri (TDI) LIPI. Saya sudah mengurus ke BPOM tai belum keluar izin untuk pabrik saya. Kalau ada izin BPOM untuk pabrik sendirikan pasarnya bisa lebih luas lagi," tuturnya.
Ibu Eroh, owner Empal Gentong Haji Apud juga merasakan dampak dari teknologi pengemasan makanan tradisional. Sebenarnya usaha Empal Gentong Haji Apud ini dimulai dari rumah makan yang dirintis pada 1995 di Cirebon. Tingginya permintaan pasar membuat Ibu Eroh tergerak menggunakan teknologi kemasan LIPI.
Pada 2016 Ibu Eroh pun menjual empal gentongnya dalam kemasan kaleng. Biasanya empal gentong ini daya simpannya hanya enam sampai delapan jam. Dengan teknologi pengemasan makanan tradisional LIPI, empal gentongnya bisa awet hingga dua tahun.
Meski begitu Ibu Eroh tidak berani mencantumkan dua tahun. Dia merekomendasikan expired date satu tahun saja. Dalam dua tahun ini, Ibu Eroh bisa menjual Empal Gentong Kaleng Haji Apud sebanyak 3000 kaleng per bulan. Per kaleng dijual Rp 25 ribu untuk berat 200 gram sehingga omsetnya Rp 75 juta.
Saat puasa dan lebaran, Ibu Eroh bisa menjual 3.000 kaleng per minggu. Sama seperti Danu, Ibu Eroh tidak bisa menjual bebas lantaran belum ada izin BPOM. Padahal permintaan pasar sangat tinggi.