Guru Besar IPB Beri Solusi Atasi Krisis Ekonomi Akibat Corona
jpnn.com, JAKARTA - Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Asep Saefuddin mengungkapkan, krisis ekonomi akibat Corona (Covid-19) lebih dahsyat dampaknya dibandingkan 1998.
Pada 1998, kata Asep, Indonesia mengalami krisis multidimensi khususnya politik dan ekonomi. Sektor pertanian menjadi salah satu penyelamat ekonomi negara. Saat itu sektor ril pertanian bisa tumbuh sekitar 4 persen sementara sektor industri dan perbankan anjlok di bawah nol.
"Memang waktu itu sektor informal seperti kerajinan, para pedagang kaki lima, dan pariwisata termasuk yang turut menyangga rontoknya ekonomi. Akan tetapi, krisis saat ini, di mana kita dihadapkan pada musuh yang tidak terlihat Covid-19, sektor-sektor ini pun tidak mampu menjadi solusi," kata ahli statistik dan ekonomi pertanian ini kepada JPNN.com, Minggu (19/4).
Dia melanjutkan, ojol, buruh pabrik, karyawan hotel, mal, tukang potong rambut, mendadak kehilangan pekerjaan. Tentu saja daya beli masyarakat terjun bebas. Keadaan menjadi sulit, jauh lebih sulit ketimbang krisis 1998.
"Saya berkeyakinan sektor pertanian akan mampu menyangga keadaan ini asal pemerintah benar-benar memanfaatkannya. Tentunya dibantu dengan perusahaan swasta yang bergerak di komoditas pertanian, dengan memanfaatkan teknologi informasi seperti digital marketplace," katanya.
Mengapa? Karena pertanian bisa menghasilkan bahan pokok, obat-obatan herbal, kandungan gizi dan vitamin yang sangat diperlukan untuk daya tahan tubuh manusia. Kesehatan inilah yang bisa menangkal masuknya Covid-19 ke dalam tubuh manusia. Lalu bisnis rantai pasoknya bisa menggunakan aplikasi (digital marketplace).
Dengan rasionalitas itu, lanjut Prof Asep yang juga rektor Universitas Al Azhar Indonesia, model ekonomi yang diperlukan saat ini adalah endogenous growth theory yang diusung oleh Paul Romer, pemenang Nobel Ekonomi 2018.
Konsepnya sangat menekankan kekuatan internal, bukan faktor eksternal yang umumnya diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam model endogen ini, setidaknya ada komponen sumber daya alam, sumber daya manusia, riset, pemerintah, dan pendidikan.