Hakim Merasa Kerugian Perekonomian Negara dalam Perkara Migor Tidak Nyata
Dalam persidangan yang digelar pada 6 Desember 2022, ahli dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo mengatakan hanya bisa menggunakan metode Input-Output dalam penghitungan kerugian negara. Dia menganggap terdapat keterbatasan data.
Dia juga mengakui tak menghitung pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang sudah dilakukan para terdakwa. "Di dalam analisis, itu tidak saya perhitungkan, karena dilihat shortage-nya," kata Rimawan.
Dosen UGM itu menjelaskan analisisnya berfokus pada dampak dari yang dilakukan para terdakwa, terhadap krisis minyak goreng atau shortage yang terjadi di dalam negeri. Dengan demikian, pemasukan negara yang didapat dari ekspor yang dilakukan seperti pajak dan bea cukai, tidak dipertimbangkan dalam penghitungan kerugian negara.
Kendati begitu, Rimawan menilai ekspor yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut juga telah memberikan manfaat kepada negara. Jika dirinya diberikan data terkait manfaat yang didapat negara dari ekspor tersebut, tentunya bisa melakukan penghitungan lebih komprehensif.
Rimawan menyebut jika manfaat yang berupa pemasukan untuk negara ikut dipertimbangkan, maka nilai kerugian negara yang tercantum dalam tuntutan para terdakwa bisa berkurang.
"Kalau itu (variabel manfaat) dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” kata Rimawan.
Untuk diketahui, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim jaksa terhadap lima terdakwa perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng pada 2021-2022.
Dalam putusannya, Hakim hanya mengabulkan sebagian tuntutan tim jaksa.