Hanura Minta Pembahasan Revisi Perda Perpasaran Dihentikan
jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Jakarta meminta pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta dihentikan. Sebab, regulasi tersebut dinilai sangat merugikan pedagang kecil di kampung-kampung.
Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Jakarta Mohamad Ongen Sangaji mengatakan, regulasi harusnya tegas terhadap zonasi jarak antara toko swalayan (ritel) dengan pasar rakyat (tradisional).
"Kami tolak pengesahan revisi Perda Perpasaran. Kasihan warung-warung di kampung. Mereka, kalah dengan ritel modern. Jadi, harus dibatasi jumlah swalayan di kampung-kampung," kata Ongen di Jakarta, Minggu (22/10).
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura DKI itu menyebutkan, revisi Perda Perpasaran semestinya secara optimal melindungi ssaha mikro kecil dan menengah (UMKM), jangan hanya menguntungkan pelaku usaha menengah besar.
"Nah, ini malah menguntungkan pelaku usaha besar. Hanura, ingin pedagang kecil lebih dimajukan," ujar Ongen.
Ongen menjelaskan, aturan jarak toko modern dan pasar tradisional diatur dalam pasal 10 Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta. Pasal ini mengatur jarak toko modern dan pasar tradisional berdasarkan luas bangunan.
"Saya ingin dihentikan pembangunan ritel di kampung-kampung. Sekarang, satu RW saja sudah ada ratusan Alfamidi, Alfamart dan Indomart. Zonasi ini harus diatur," pinta Ongen.
Latar belakang aturan tersebut direvisi untuk mengatur usaha ritel modern seperti minimarket atau supermarket yang tengah berkembang pesat di DKI.