Hanya Sedikit Dosen Tertarik Program Pengenalan Teknologi Terbaru ke Luar Negeri
jpnn.com, JAKARTA - Menristekdikti Mohamad Nasir mengungkapkan, sertifikasi kompetensi diperlukan secara merata, baik bagi mahasiswa vokasi, dan dosen vokasi itu sendiri.
Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan industri dan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi vokasi yang ada di politeknik maupun universitas di Indonesia.
"Mahasiswanya didorong harus punya sertifikat kompetensi, tapi ternyata dosennya tidak punya sertifikat kompetensi, maka perlu dilakukan yang namanya retooling. Saya sudah lakukan secara besar-besaran pada 2018, meng-upgrade para dosen yang belum mendapatkan sertifikat kompetensi pada bidangnya, untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Apakah di tingkat nasional maupun internasional," ungkap Menteri Nasir, Kamis (18/7).
Dalam upaya memberikan sertifikasi kepada para dosen, ‘retooling’ atau pengenalan teknologi terbaru kepada para dosen, Kemenristekdikti masih kesulitan mencari para dosen yang berkeinginan untuk mengikuti ‘retooling’ ke luar negeri, seperti Kanada, Swiss, dan Jerman.
"Kalau yang internasional, dananya kami yang siapkan. Bahkan tahun lalu saya menganggarkan sampai 2000 orang, ternyata yang daftar hanya 300 sampai 400. Ternyata tidak mudah mencari orang. Dosen kita banyak, tapi ternyata tidak mudah mencari yang siap mengikuti program ini," ungkapnya.
Menteri Nasir juga menyoroti banyak tenaga kerja di Indonesia yang belum memiliki sertifikasi. Padahal dalam profesinya, ada hal yang perlu dipastikan, seperti keamanan kerja dan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pekerja yang belum banyak memiliki sertifikasi kompetensi adalah pekerja di bidang pariwisata.
BACA JUGA: Polibatam Punya Hanggar, Menteri Nasir Yakin Lulusannya Siap Kerja di Maskapai Besar
"Untuk pariwisata, saya datang ke Labuan Bajo. Di Labuan Bajo itu spot untuk pariwisata bagus sekali. Pada saat saya datang itu 2017 awal ke lokasi itu, lihat kalau ini daerah wisata, nakhoda kapalnya saya tanya, "Bapak punya sertifikat menjadi nakhoda?" (Nakhoda tersebut menjawab)," Saya hanya turunan dari bapak saya." Wah, ini bahaya juga. Kalau tenggelam, bagaimana. Ini tidak boleh, saya waktu itu berpikir seperti itu," bebernya.