Hardjuno Sebut Kasus BLBI Merampas Hak Hidup dan Masa Depan Rakyat Indonesia
“Meskipun demikian, langkah Satgas BLBI ini masih jauh dari cukup karena aset itu belum diuangkan artinya valuenya baru value klaim. Dan lagi, itu baru BLBI-nya, masih ada masalah obligasi rekap BLBI. Kerugian karena bayar bunga obligasi rekap ini yang musti segera dimoratorium,” kata Hardjuno Wiwoho dalam keterangan tertulis, Jumat (5/7).
Dr (Cand) Mahasiswa Program Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga ini menekankan di situasi tekanan ekonomi dan beban fiskal yang sangat berat seperti tahun-tahun ini, moratorium pembayaran bunga rekap dan penyitaan aset para pengemplang BLBI musti berjalan beriring.
“Pemerintah harus berani berhenti membayar bunga rekap yang terus menambah beban keuangan negara dan memberikan dukungan penuh kepada Satgas BLBI untuk menuntaskan penarikan piutang negara dari para obligor BLBI,” tegas Hardjuno.
Dengan menekan pengeluaran bunga obligasi rekap, pemerintah dapat lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Moratorium ini juga dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara terkait kasus BLBI.
Selain itu, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus ini juga dinilai sangat penting.
KPK telah menangani beberapa kasus terkait BLBI, termasuk menjerat Syafruddin A. Tumenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang dianggap menyalahgunakan wewenang dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, salah satu obligor BLBI.
Namun, upaya penegakan hukum ini sering kali terhambat oleh berbagai faktor, termasuk lemahnya political will dan tindakan politik dari para pemimpin negara.