Hardjuno Wiwoho Soroti Kinerja Satgas BLBI, Menohok
Hal tersebut membuktikan masalah BLBI memang cukup kompleks, yakni perpaduan antara moral hazard para pihak yang terlibat dan menarik kepentingan ekonomi politik yang cukup kuat di dalam kasus tersebut.
“Fakta bahwa BLBI dahulu diberikan kepada debitur dalam bentuk tunai, sementara jumlah tunai yang yang dikumpulkan Satgas BLBI hanya Rp 1,5 triliun, jelas tidak sesuai espektasi publik,” ujar Hardjuno.
Semestinya, tegas Hardjuno, BLBI, yang awalnya diberikan pada akhir 1990-an untuk menyelamatkan perbankan nasional seharusnya dikembalikan dengan hasil yang setara.
Namun, setelah bertahun-tahun upaya penagihan, dana tunai yang berhasil dikumpulkan jauh dari harapan.
Sebagian besar aset yang disita berupa properti dan barang jaminan yang nilai moneternya belum terealisasi sepenuhnya.
“Konversi aset non-tunai menjadi dana yang dapat langsung digunakan oleh negara seharusnya menjadi prioritas. Tanpa itu, hasilnya hanya akan menjadi sekumpulan aset yang belum tentu mudah dimonetisasi,” tegas Hardjuno.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, ketika menghitung bunga sebesar 6% per tahun sejak Januari 1998 hingga 2024, nilai yang seharusnya dikembalikan oleh para debitur menjadi sekitar Rp 502,48 triliun.
Ini berarti bahwa bukan hanya pokok BLBI yang belum tertagih, tetapi juga bunga yang terus bertambah selama lebih dari 26 tahun.