Harga Tanah di Lokasi Calon Ibu Kota Melonjak, Pembeli Bawa Uang Bergepok-gepok
Samuin yang sudah 34 tahun menjadi warga Sepaku mengatakan kondisi desanya tentu sudah berubah dibanding saat pertama tiba di sana. Dulu saat pertama datang satu-satunya akses jalan di jalur yang menghubungkan dua kabupaten tersebut hanya berupa jalan tanah dan hanya bisa dilalui satu mobil saja.
Babi hutan, rusa dan kancil masih banyak sekali berkeliaran hingga ke rumah-rumah warga. Orangutan pun masih cukup banyak terlihat di hutan-hutan sekitar desa, kata guru yang telah diangkat menjadi guru tetap 27 tahun silam itu.
Setelah berpuluh-puluh tahun hidup sebagai warga Sepaku, Samuin mengaku kini mempunyai beberapa sertifikat untuk delapan hektare tanah yang tersebar di kecamatan yang dalam hitungan kurang dari 10 tahun akan menjadi ibu kota negara baru itu.
Ia belum sempat menggarap semua lahan karena harus membagi waktu dengan tugas utamanya sebagai seorang pengajar, jadi baru sebagian saja yang ditanami karet dan sawit.
Soal perasaannya setelah mendengar bahwa ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur, atau bahkan lebih dekat lagi, pindah ke Sepaku-Samboja ia menyatakan senang.
“Ya senang. Bukan kami yang mendatangi ibu kota, tetapi ibu kota yang mendatangi kami,” ujar Samuin.
Sementara warga lainnya, Syamsiah (60), warga RT 26 Sungai Merdeka, Samboja, Kutai Kartanegara, justru mengaku tidak tahu soal berita pemindahan ibu kota negara ke daerahnya.
Ia tampak terkejut dan beberapa kali justru bertanya balik untuk memastikan jawaban yang didengarnya tidak salah. Bahwa benar Samboja-Sepaku menjadi lokasi perpindahan ibu kota negara yang baru menggantikan Jakarta.