Hari Itu Semua Tepuk Tangan Tertuju pada Habibie..
jpnn.com - Bacharuddin Jusuf Habibie benar-benar telah jatuh cinta pada pesawat yang pernah dibencinya. Ketertarikan Habibie pada pesawat makin menjadi saat dia menimba ilmu di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (sekarang ITB).
Tepatnya saat dia mendapat cerita dari Liem Keng Kie, temannya. Kala itu Keng Kie baru saja mengambil visa di Kedutaan Besar Jerman. Dia kemudian menceritakan rencananya melanjutkan studi di Jerman.
"Saya akan sekolah teknik penerbangan di Jerman," tutur Keng Kie.
Keng Kie juga bercerita bahwa sebagai mahasiswa beasiswa, dirinya akan kembali ke Indonesia dan membangun industri penerbangan. Semangat Rudy, sapaan sang mantan presiden itu, untuk mengikuti jejak rekannya tersebut makin menggebu. Dia mulai menyeting cita-citanya sebagai insinyur penerbangan.
Keinginan kuatnya itu dia buktikan sesampai di Jerman. Habibie tidak butuh waktu lama untuk bisa menerbangkan pesawat pertamanya. Tiba di Jerman pada April 1955, pada Mei 1955, dia sudah bisa menerbangkan pesawat buatannya sendiri. Bukan pesawat besar memang. Melainkan pesawat dengan ukuran yang jauh lebih kecil.
Dengan hati-hati, dia menghitung panjang, lebar, dan ketebalan yang pas agar pesawat itu bisa terbang. Kayu balsa yang biasa digunakan Habibie dikombinasikan dengan mur dan motor kecil agar bisa terbang.
Sebuah pabrik pembuatan mesin bernama Klöckner Humboldt Deutz yang jadi tempat praktik Habibie. Di situ juga jadi tempat Habibie melahirkan pesawat pertamanya.
Sepulang bekerja praktik, Habibie menerbangkan pesawat tersebut. Tidak disangka, pesawat itu benar-benar terbang. Pesawat tersebut terbang berputar-putar di ketinggian 2 meter. Orang-orang Jerman yang menyaksikan peristiwa itu bertepuk tangan. Itu menjadi hari yang terus diingat Habibie.
Momen tersebut menjadi salah satu yang paling penting dalam karir Habibie kelak. Sebagai pembuat pesawat. Seperti saat dia melahirkan N-250 Gatotkaca pada 1995. Dan kini sedang menyiapkan R-80. (and/c10/ang/flo/jpnn)