Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hario Kecik, Pejuang Surabaya yang Nasibnya Terabaikan

Tanpa Pensiun, Biayai Pengobatan dari Jual Lukisan

Selasa, 19 Agustus 2014 – 08:08 WIB
Hario Kecik, Pejuang Surabaya yang Nasibnya Terabaikan - JPNN.COM
KRITIS: Hario Kecik diapit peneliti sejarah Belanda Marjolein van Pagee (kiri) dan Ady Setiawan dari komunitas Roodebrug Soerabaia. Foto: Marjolein van Pagee for Jawa Pos

Kini pria kelahiran 12 Mei 1921 itu tengah tergolek tak berdaya. Dia koma setelah terjatuh saat hendak keluar dari kamar tidur 30 Juli lalu. Sejak itu Hario dirawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi.

Tanpa hak-hak yang semestinya didapat itu, keluarga Hario mencoba survive. ”Kondisi bapak kini kian drop. Dokter mendiagnosis terjadi pendarahan di otak. Sempat sadar, tapi kini sudah tak bisa mengenal orang lagi,” ujar istri Hario, Kusuma Dewi Putri, ketika ditemui di rumahnya, Jalan Kalingga 17, Jaka Permai, Bekasi Barat, Sabtu lalu (16/8).

Dewi –panggilan Kusuma Dewi Putri– kini berupaya sekuat tenaga menanggung biaya pengobatan Hario seorang diri. Salah satu caranya adalah menjual satu per satu hartanya yang tak seberapa, termasuk lukisan-lukisan karya suaminya. Tak ada bantuan atau santunan apa pun dari pemerintah, termasuk dari kesatuan Hario.

”Bapak pernah bilang tak perlu mempermasalahkan masa lalunya meski kami didiskriminasikan. Pesan beliau, kami harus ikhlas,” ungkap Dewi, istri kedua Hario yang dinikahi setelah istri pertamanya, Lily Koestadji Maskan, meninggal pada 1996.

Dari pernikahan pertamanya, Hario memiliki 6 anak, 10 cucu, dan 2 cicit. Sedangkan dari pernikahan keduanya dengan Dewi, Hario tak dikaruniai anak.

Dewi menceritakan, setelah rezim Soeharto tumbang pada 1998, sempat datang beberapa orang yang menyatakan bakal membantu memulihkan status dan nama baik Hario Kecik.

Namun, sampai sekarang hal itu tak menemui jalan terang. ”Anak-anak bapak juga sudah sempat disuruh tanda tangan dokumen waktu itu,” terang Dewi, ”tapi entah kenapa sampai sekarang tidak jelas.”

Menurut Dewi, meski tak lagi aktif dalam militer, suaminya tetap berupaya memberikan sumbangsih pemikiran lewat buku-buku tentang kemiliteran maupun sejarah perjuangan kemerdekaan yang dialaminya. Tak kurang 30 buku lahir dari pemikiran Hario.

TUGU Pahlawan di Surabaya merupakan saksi bisu heroiknya perjuangan arek-arek Suroboyo dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tapi,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close