Hario Kecik, Pejuang Surabaya yang Nasibnya Terabaikan
Tanpa Pensiun, Biayai Pengobatan dari Jual Lukisan”Sampai saat ini sudah sekitar 30 buku yang ditulis bapak. Semua menyangkut sejarah dan kemiliteran, termasuk dalam bentuk novel,” jelasnya.
Buku yang paling terkenal adalah memoar Hario Kecik yang menuliskan pengalamannya ikut bergerilya selama perang Surabaya dan perang kemerdekaan. Menurut pemerhati sejarah Surabaya Ady Setiawan, Hario Kecik merupakan sosok pejuang yang luar biasa.
Ady sempat beberapa kali menemui Hario secara khusus untuk membantu menyelesaikan proyek-proyek penelusuran sejarah perang kemerdekaan. ”Selain seseorang yang ahli di bidang militer, beliau pelukis andal,” ujar Ady yang pernah ditunjuki lukisan-lukisan karya Hario.
Pendiri komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia itu juga mengenal Hario sebagai sosok yang fasih berbahasa Belanda, Inggris, Rusia, dan Jepang. Kepada Ady dan sejumlah anggota Roodebrug yang menemui beberapa waktu lalu, Hario sempat berjanji ”pulang kampung” ke Surabaya dan ikut dalam kegiatan parade juang pada setiap peringatan hari kemerdekaan.
"Pak Hario juga dikenal sebagai penulis naskah film. Dia berjanji mengarahkan kami dalam pembuatan film kolosal pertempuran Surabaya,” ujar Ady.
Kecintaan Hario Kecik pada kota kelahirannya juga dia wujudkan dengan menyumbangkan sejumlah benda bersejarah untuk Museum 10 Nopember di Tugu Pahlawan. Terakhir, upaya itu dia lakukan saat peringatan Hari Pahlawan setahun silam.
Barang-barang bersejarah yang diserahkan Hario untuk melengkapi koleksi Museum 10 Nopember antara lain pistol Mauser, buku intelijen dalam masa perang, dan memoar Hario Kecik.
Namun, atas pertimbangan kesehatan, penyerahan benda-benda bersejarah itu dilakukan dua anak Hario, Girindro Hanantoseno dan Satrio Bimo, kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (*/c9/ari)