Harus Baca, Ramalan Mengerikan Kondisi Dunia Tahun 2050
jpnn.com - jpnn.com - Salah satu isu penting kesehatan dunia saat ini adalah resistensi antibiotik. Tak tanggung-tanggung, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) terdapat 700 ribu angka kematian di dunia pertahunnya karena bakteri resisten.
Fakta itu diungkap dalam acara Pfizer Press Circle (PPC) yang dihelat di Surabaya belum lama ini. ”Itu karena apa? Karena kita saat ini sedikit sakit saja obatnya sudah dikasih antibiotik. Itu tidak benar,” kata dr. Hari Paraton, Sp.OG(K).
Lebih lanjut Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan itu mengatakan penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak sesuai indikasi, jenis, dosis dan lamanya, serta kurangnya kepatuhan penggunaan antibiotik merupakan penyebab timbulnya resistensi.
Selain itu, banyaknya kasus resistensi dipicu mudahnya masyarakat membeli antibiotik tanpa resep dokter. ”Termasuk menyimpan antibiotik cadangan di rumah serta memberikan pada keluarga yang sedang sakit,” jelasnya.
Kalau kondisi ini terus menerus dibiarkan, antibiotik yang sudah diminum oleh tubuh akan berubah menjadi racun. Sebab mereka akan membunuh bakteri baik yang dibutuhkan tubuh. Itulah awal dari bencana resistensi.
Yang mengerikan, menurut laporan the Review on Antimicrobial Resistance jika tidak ada tindakan global yang efektif, diperkirakan pada 2050 mendatang, resistensi antibiotik akan membunuh 10 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka tersebut melebihi kematian akibat kanker, yakni 8,2 juta jiwa per tahun dan bisa mengakibatkan total kerugian global mencapai US$ 100 triliun.
Melihat ngerinya fakta tersebut dokter Hari mengatakan tidak semua penyakit infeksi perlu ditangani dengan antibiotik. ”Perlu disadari bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi bakteri, bukan mencegah atau mengatasi penyakit akibat virus,” jelasnya.
Hal senada diutarakan Widyaretna Buenastuti, Public Affairs & Communication Director PT Pfizer Indonesia. “Kami ingin terus mengedukasi masyarakat tentang penggunaan antibiotik yang terkendali dengan dosis yang tepat untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba,” katanya. (JPNN/pda)