Harvard Club Indonesia Bantu Cari Solusi Penanganan Virus Corona
“Mereka punya kemampuan yang disiapkan sejak 2009, sehingga mudah difungsikan sebagai lab diagnosis Covid-19. Ini akan mendukung desentralisasi pemeriksaan laboratorium untuk Covid-19,” ucap Bimo.
Peneliti Utama Diagnostik Molekuler Kanker di Stem Cell and Cancer Institute, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo bahkan mengungkapkan, Indonesia terlambat dalam upaya penanganan karena awalnya mengira tidak ada kasus Covid-19. Dia menyarankan harus segera mengaudit kinerja prosedur tes lab oleh komisi independen yang bertanggung jawab menerbitkan panduan nasional bagi seluruh lab di Indonesia.
“Komisi ini juga yang akan melakukan pengawasan kinerja agar tes dilakukan, dilaporkan secara akurat dan tepat waktu,” ungkapnya.
Disamping tes RTPCR, kata Ahmad, sebagai standar emas konfirmasi Covid-19, komisi tersebut juga akan mengevaluasi teknologi Rapid Diagnostic Test (RDT) yang berbasis interaksi antibodi-antigen yang bisa dilakukan di point of care (POC) dalam tempo 20 menit.
“Tes ini bisa memberikan informasi bahwa individu ini telah terpapar virus minimal 5 hari sebelumnya. Di sisi lain, ada kemungkinan negatif palsu. Studi menunjukkan bahwa negatif palsu bisa terjadi sekitar 62%,” ucap Ahmad.
Lain halnya dengan Dosen Komunikasi UMN Serpong, Irwan Julianto, yang mengkritisi cara Kementerian Kesehatan dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat terkait virus corona. Dia berharap ada perbaikan pola komunikasi agar tidak terjadi kebingungan publik yang berpotensi memunculkan dampak sosial serta ekonomi.
Selain itu, Irwan juga meminta pemerintah memberikan informasi berkualitas terkait penyebaran dan penanganan virus corona di Indonesia. Dia tidak ingin semakin kuat kesan pemerintah mengentengkan masalah hingga Indonesia kehilangan waktu krusial dalam pencegahannya.
“Jangan sampai dampak sosial dan ekonomi menjadi lebih parah ketimbang dampak kesehatannya. Pemerintah harus bisa mengelola kepercayaan publik sebagai modal menghadapi masalah,” kata Irwan.