Helmy Yahya Dirut TVRI, Kadang-kadang Berlinang Air Mata
Pada periode 1989–1998, Helmy juga terlibat sebagai pembuat soal dan akhirnya menjadi floor director untuk kuis fenomenal Berpacu Dalam Melodi.
Kini setelah menjadi orang nomor satu, Helmy mulai mengejar impiannya untuk menjadikan TVRI sebagai televisi publik, memegang fungsi edukasi dan informasi. Dia juga ingin TVRI bertransformasi menjadi stasiun televisi yang bisa menjangkau semua kalangan, termasuk kaum milenial.
’’Kritik orang, TVRI itu kan terlalu tua. Makanya look-nya lihat sekarang, grafisnya, ya sudah jauh berubah. Ini kami upayakan terus,’’ tambahnya.
Untuk meremajakan nuansa tampilan dan program TVRI, Helmy pun harus melakukan sejumlah cara. Pertama, meracik program-program di TVRI dengan lebih banyak menggaet pemain muda. Selain membuat program-program baru, Helmy coba me-reborn program-program lawas yang dulu fenomenal dan menjadi kekuatan utama TVRI.
Dalam upaya berinovasi dengan program-program baru, Helmy berusaha lebih terbuka untuk berdiskusi dengan anak-anak muda kreatif supaya bisa memberikan input ide dan saran. Belum lama ini, dia bertemu dengan organisasi yang menghimpun para Youtuber. Para anak muda tersebut bisa menjadikan TVRI sebagai rumah kedua untuk berkumpul dan bertukar ide.
’’TVRI punya kantor yang besar di Senayan, 4,6 hektare. Sebentar lagi di lobi bawah dijadikan creative hub. Tempat para kreator konten berkumpul. Ini saya senang banget karena kreator konten dan anak milenial itu juga sudah komit membantu TVRI,’’ tambah Helmy.
Namun, ide-ide segar saja tak cukup. Helmy harus memutar otak untuk menjalankan operasi dan produksi TVRI. Anggaran Rp 830 miliar untuk TVRI setiap tahun dianggap terlalu cekak sehingga kinerja harus benar-benar efisien.
’’Kecil bangeeet. Anggaran TVRI itu di bawah RRI. Padahal, karyawan kami 4.800 orang, tower kami 378. Mestinya anggaran itu tidak boleh lebih kecil dari TV swasta,’’ tegasnya.