Heran, Tekanan Tinggi tapi Banyak yang Ingin Jadi Polisi
jpnn.com, JAKARTA - Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel mengaku heran dengan perilaku masyarakat yang berlomba-lomba menjadi polisi. Mereka bahkan siap pat-gulipat agar bisa jadi polisi. Alhasil, ini menjadi kesempatan emas bagi para penipu untuk melancarkan aksinya dengan mencatut nama petinggi Polri.
“Kenapa orang jadi tidak berpikir rasional demi lulus menjadi polisi. Padahal, bekerja sebagai polisi sepertinya tampak kian penuh dengan tekanan," ujar Reza dalam pesan singkatnya, Senin (30/10).
Apalagi di era demokratisasi dewasa ini, dinamika sospol membuat polisi harus lebih sering lagi masuk ke situasi serba pro-kontra dan rawan konflik. Situasi tersebut berpotensi menjadikan polisi sebagai sasaran pengganti ketika antarpihak berbenturan.
“Itu dugaan yang berbasis studi, lho. Mari bercermin ke fenomena di negara-negara demokratis lainnya," sergahnya.
Di Amerika Serikat, secara umum, terjadi penurunan tajam jumlah orang yang melamar menjadi polisi. Itu boleh jadi berkaitan dengan temuan survey oleh Pew Research Center (2017), hampir 90 persen polisi yang disurvei menyatakan bekerja sebagai polisi kini terasa lebih berat daripada sebelumnya.
Studi National Police Federation (2017), semakin banyak polisi Inggris dan Wales yang ingin agar mereka dipersenjatai secara rutin. Ini tak terlepas dari situasi keamanan yang mereka rasakan kian terancam.
"Apabila masyarakat Indonesia (calon pelamar kerja polisi) juga memersepsi hal yang sama, maka semestinya jumlah peminat kerja sebagai polisi juga akan menurun. Persoalannya, di mana kita bisa mendapat data tentang naik-turunnya jumlah masyarakat yang melamar pekerjaan sebagai polisi?," bebernya.
Andai jumlah peminat polisi di sini juga menurun, menurut Reza, sangat wajar. Kita pantas berharap mereka yang terus ingin menjadi polisi dalam situasi serbasulit adalah best of the best.