Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Hidup, Setelah 17 Jam Tertindih Beton

Laporan, ISwanto. JA -- Padang

Sabtu, 03 Oktober 2009 – 08:36 WIB
Hidup, Setelah 17 Jam Tertindih Beton - JPNN.COM
Tim evakuasi dari Jepang sedang menyusuri reruntuhan beton di puing-puing hotel Ambacang, Padang.

Hanya hitungan detik, beberapa bagian hotel runtuh. "Setelah itu, saya tidak tahu apa-apa lagi," ujar gadis asal Desa Suranti itu sembari menyeka air matanya yang terus meleleh. Rupanya ia pingsan, begitu patahan beton hotel yang roboh menimpa tubuhnya. "Setelah tertimpa beton itu, mungkin saya langsung pingsan. Baru beberapa jam kemudian, saya sadarkan diri. Namun, semuanya sudah serba gelap. Seluruh badan tak bisa digerakkan. Sedangkan mulut tak lagi bisa berbicara," kenangnya. Friska tertimpa beton bangunan di lantai II hotel itu.

Setelah sadar, ia tidak bisa apa-apa lagi. Ia sempat pasrah. Ia juga tidak mendengar apa-apa. Semula ia berpikir, sudah tak ada harapan lagi. Badannya yang tertindih beton sudah mulai merasakan kesakitan. Ia mencoba untuk terus bertahan. Ia hanya bisa merintih kesakitan. "Rasanya ingin berteriak meminta tolong. Tetapi, itu tak bisa. Mulut terasa terkunci rapat. Rasa takut, sakit, dan bingung berbaur menjadi satu," ujarnya.

Friska juga tak tahu persis kapan ia mulai sadarkan diri. Ia hanya tahu, ketika sadar suasana sudah gelap gulita. Ia tidak bisa melihat apa-apa lagi. Kecuali merasakan beberapa bagian tubuhnya terasa sakit. "Ketika saya menggerak-gerakan tangan, terasa di badan saya ada yang basah. Tetapi, setelah cium itu darah. Ah, tubuhku berdarah," ungkap Friska yang kini sedang menjalani perawatan di bawah tenda RS M Djamil itu.

Berdasarkan hasil evakuasi, Friska dapat di keluarkan dari runtuhan bangunan sekitar pukul 12.00 Wib, Kamis (1/10) dengan kondisi lemah. Seluruh bagian badannya luka memar dan membengkak disertai dengan darah hitam yang sudah mengering. Di bawah tenda perawatan udara terasa panas, hanya kipasan tangan keluarga dengan secabik kertas menjadi harapan segar setiap tubuh yang lemah dan terluka. Semua korban merintih ingin meminta sesuatu yang dinginkan, namun kondisi tidak memadahi. Semua keluarga yang mendapingi hanya mampu mengatakan sabar dan berzikir kepada setiap korban gempa.

Kota Padang yang indah, asri dan nyaman itu tiba-tiba menjadi garang. Gempa yang mengguncang, tidak saja meluluh lantakkan gedung dan bangunan yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close