Hidup, Setelah 17 Jam Tertindih Beton
Laporan, ISwanto. JA -- PadangSabtu, 03 Oktober 2009 – 08:36 WIB
Setelah sadar, ia tidak bisa apa-apa lagi. Ia sempat pasrah. Ia juga tidak mendengar apa-apa. Semula ia berpikir, sudah tak ada harapan lagi. Badannya yang tertindih beton sudah mulai merasakan kesakitan. Ia mencoba untuk terus bertahan. Ia hanya bisa merintih kesakitan. "Rasanya ingin berteriak meminta tolong. Tetapi, itu tak bisa. Mulut terasa terkunci rapat. Rasa takut, sakit, dan bingung berbaur menjadi satu," ujarnya.
Friska juga tak tahu persis kapan ia mulai sadarkan diri. Ia hanya tahu, ketika sadar suasana sudah gelap gulita. Ia tidak bisa melihat apa-apa lagi. Kecuali merasakan beberapa bagian tubuhnya terasa sakit. "Ketika saya menggerak-gerakan tangan, terasa di badan saya ada yang basah. Tetapi, setelah cium itu darah. Ah, tubuhku berdarah," ungkap Friska yang kini sedang menjalani perawatan di bawah tenda RS M Djamil itu.
Berdasarkan hasil evakuasi, Friska dapat di keluarkan dari runtuhan bangunan sekitar pukul 12.00 Wib, Kamis (1/10) dengan kondisi lemah. Seluruh bagian badannya luka memar dan membengkak disertai dengan darah hitam yang sudah mengering. Di bawah tenda perawatan udara terasa panas, hanya kipasan tangan keluarga dengan secabik kertas menjadi harapan segar setiap tubuh yang lemah dan terluka. Semua korban merintih ingin meminta sesuatu yang dinginkan, namun kondisi tidak memadahi. Semua keluarga yang mendapingi hanya mampu mengatakan sabar dan berzikir kepada setiap korban gempa.