Hikmahanto: Rencana IPO Pertamina tak Perlu Dipersoalkan
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, bahwa rencana IPO subholding Pertamina hanya salah satu opsi.
Hal ini tak lepas dari aspirasi pemegang saham, bahwa Pertamina harus melakukan pengembangan bisnis. Dan dalam enam tahun ke depan, selain memperkuat bisnis saat ini, Pertamina diharapkan juga bisa shifting ke renewable energy yang membutuhkan Capex USD133 miliar.
Terkait kebutuhan Capex tersebut, imbuh Nicke, Pertamina sudah melakukan pemetaan. Hasilnya, 47 persen bisa diperoleh dari kemampuan internal, 15 persen dengan equity financing, 10 persen dari project financing, dan 28 persen dari eksternal fund.
“Untuk yang eksternal ini ada berbagai cara, yaitu bond, pinjaman perbankan dan IPO. Jadi IPO hanya salah satu cara, dengan plus dan minusnya,” jelas Nicke.
Mengapa tidak dengan bond saja?
“Karena bond berpotensi mengalami hit pada debt to equity ratio dan yang namanya pinjaman harus dikembalikan. Sedangkan IPO lebih fleksibel, karena Pertamina tidak terdampak dari dept to equity ratio tadi. Jadi tidak harus mengembalikan pokok dari pinjaman,” jelas Nicke.
Rencana IPO tersebut, menurut Nicke, tak lepas dari restrukturisasi bisnis Pertamina guna menjawab tuntutan global megatrend di bidang energi.
Tidak hanya Pertamina yang merespons global megatrend, tetapi juga berbagai perusahaan migas dunia. Antara lain Chevron, Exxon Mobil, dan Conoco Philips. Begitu juga dengan BP, Shell, Total, dan sebagainya.