Hilirisasi dan Transformasi Ekonomi Indonesia Menghadapi Banyak Tantangan
Oleh Bambang Soesatyo - Ketua MPR RI/Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPADPenolakan Presiden dilakukan disela-sela pelaksanaan forum kerja sama multilateral G20 di Roma, Italia dan COP26 di Glasgow, Skotlandia, pada Oktober dan awal November 2021.
Jelas bahwa Presiden Jokowi pasti menolak menandatangani kesepakatan supply chain itu, karena konsep kesepakatan itu ‘memaksa’ Indonesia mengirimkan bahan baku pertambangan sebanyak mungkin kepada sejumlah negara.
Patut untuk diyakini bahwa demi memenuhi kepentingannya masing-masing, upaya sejumlah negara untuk mendapatkan jaminan keamanan pasokan bahan baku pertambangan dari Indonesia tidak akan berhenti pada manuver IMF, baru-baru ini.
Upaya serupa akan berlanjut, bahkan mungkin dalam bentuk tekanan yang lebih keras. Kemungkinan seperti itulah yang harus diantisipasi Indonesia.
Modal utama menangkal tekanan-tekanan seperti itu adalah mengedepankan tekad Indonesia untuk tetap berteguh dan konsisten dengan program percepatan transformasi ekonomi melalui hilirisasi SDA.
Apa pun bentuk tekanannya, sangat penting bagi kepemimpinan nasional untuk berani bersikap tegas menghadapi serta menolak tekanan maupun godaan yang datang dari pihak mana pun.
Dapat dipastikan bahwa presiden dan para pembantunya menghadapi ragam godaan dibalik lobi-lobi resmi yang dilakukan perutusan dari sejumlah negara.
Beruntung bahwa dari rangkaian lobi dan tekanan dalam beberapa tahun terakhir ini, Presiden Joko Widodo selalu menunjukan keteguhan sikap dan pendirian Indonesia bagi hilirisasi SDA.