Hitam dan Keriting Berbahasa Mandarin
Oleh DAHLAN ISKANLima tahun kemudian, setelah saya transplantasi hati di Tianjin, mulai ada hasilnya. Tahun itu ada sembilan universitas di Tiongkok yang mau menyediakan beasiswa terbatas. Bebas biaya kuliah, tapi tempat tinggal dan makan bayar sendiri.
Mula-mula hanya 50 calon mahasiswa yang memanfaatkan. Tahun berikutnya meningkat sedikit. Kian lama kian populer.
Ada yang kaget. Untuk kuliah sampai lulus di kedokteran, hanya akan habis Rp 280 juta. Itu biaya selama lima tahun. Makannya di kantin universitas dan tidurnya di asrama kampus.
Tahun-tahun berikutnya, peminatnya naik drastis. Naik jadi 120 orang. Naik jadi 160. Tahun lalu 350 orang. Tahun ini 360 orang.
Bidang studi yang dipilih pun kian beragam. Mulai kedokteran, bisnis, pertanian, sampai jurusan ilmu kereta api.
Semula, calon mahasiswa memang lebih banyak dari Jawa Timur. Lama-lama sampai Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Saya kaget ketika ikut menari bersama anak-anak muda berkulit hitam dan berambut keriting itu. Mereka nyambung saat saya ajak berbahasa Mandarin.
Andre Soe yang belakangan bergabung ke ITCC seperti kitiran saja: tidak pernah berhenti keliling daerah. Ke perbatasan-perbatasan. Bahkan, tahun ini calon mahasiswa terbanyak berasal dari provinsi baru, Kalimantan Utara. Sebanyak 68 orang.