HNW: Dulu, Wiranto Mau Tempuh Jalur Hukum, Kenapa Sekarang Perppu?
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengatakan kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) layak dikritisi.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, sesusai Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Indonesia adalah negara hukum yang menghormati hak asasi manusia (HAM). Termasuk hak berserikat, dan berkumpul yang dikuatkan dengan Pasal 28E ayat 3 dan 28D ayat 1 UUD 1945.
Seharusnya, menurut Hidayat, kehadiran Perppu itu diukur dengan pasal-pasal tentang negara hukum dan HAM.
“Bila dibaca dengan beberapa pasal yang baru menurut saya memang banyak hal yang layak dikritisi," kata Hidayat, Kamis (13/7).
Perppu baru itu dikhawatirkan menghilangkan prinsip mekanisme peradilan sebagaimana sudah diatur UU 17/2013. Dalam Perppu itu, tidak ada proses sesuai mekanisme hukum jika satu ormas atau siapa pun yang dinyatakan pemerintah melanggar karena melawan atau mengembangkan ideologi bertentangan dengan Pancasila.
Tapi, kata dia, pemerintah langsung melakukan tindakan hukum yaitu dimulai dari memberikan peringatan 1-7 hari. Kemudian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan pemberhentian kegiatan. Setelah itu mencabut status terdaftar dan hukumnya.
"Pasal 82 menyebutkan bahwa itu adalah pembubaran. Ini satu hal yang mengandung begitu banyak pasal karet dan begitu banyak hal yang tidak sesuai prinsip negara hukum dan juga prinsip tentang HAM," katanya.
Menurut Hidayat, justru pemerintah harusnya menguatkan komitmennya dalam penegakan hukum dan menghormati HAM. Harusnya pemerintah tempuh saja apa yang sudah diatur UU 17/2013.