Ilhan Omar, Rasmus Paludan, dan Borok Demokrasi Barat
Oleh Dhimam Abror DjuraidPatriask Gereja Ortodoks Timur Bartholomew I menganggap aksi pembakaran oleh Paludan sebagai tindakan primitif. Dia yakin masyarakat beragama di seluruh dunia mengecam tindakan itu.
Insiden Paludan dianggap merupakan tanda kebangkitan anti-Islamisme di Barat, khususnya Eropa. Banyak insiden kejahatan dan kebencian terhadap muslim yang tinggal di negara-negara Barat yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Eropa dianggap tidak belajar dari sejarah mereka karena telah mengulangi kejahatan serupa terhadap orang Yahudi selama paruh pertama abad ke-20. Eropa juga sudah melupakan kejahatan genosida yang dilakukan terhadap muslim di Bosnia pada 1990-an.
Jika tindakan Paludan dilindungi karena dianggap sebagai bagian dari demokrasi liberal dan prinsip kebebasan berekspresi, pemerintah yang sama akan mengizinkan kejahatan kebencian yang sama dilakukan terhadap Taurat, kitab suci orang Yahudi.
Peristiwa terbaru menunjukkan pemerintah Eropa peka terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap satu agama, tetapi tidak sensitif terhadap yang lain. Kejahatan rasial tetap kejahatan rasial, apakah itu dilakukan terhadap muslim atau yahudi.
Sentimen anti-Islam meluas karena Islam dan Muslim telah dianggap sebagai kambing hitam oleh orang Eropa, terutama selama dua dekade terakhir. Aksi Paludan belum berhenti karena polisi Swedia tidak bisa melarang dan bahkan memberikan pengamanan terhadap aksi itu.
Tidak ada sanksi apa pun yang diberikan oleh pemerintah Swedia terhadap Paludan. Hal itu dilakukan atas nama demokrasi.
Hal yang kontras terjadi terhadap Ilhan Omar di Amerika. Ia mengemukakan fakta tentang berbagai pelanggaran dalam bentuk kekerasan oleh pemerintah Israel terhadap warga Palestina.