Imlek dan Kerinduan Kepada Gus Dur
jpnn.com, JAKARTA - Hashtag #TerimakasihGusDur menjadi salah satu topik yang sempat trending di hari perayaan Imlek, Selasa (5/2).
Wajar saja, Gus Dur, panggilan sayang dari Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid itu, dianggap berjasa meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Sejumlah netizen mengaku rindu dengan sosok Gus Dur. “Tapi Gus, sekarang makin banyak orang yang banget ngafirin orang. Kami rindu nasihatmu Gus. #TerimakasihGusDur,” cuit @DinaRaman.
Membuka halaman Wikipedia, selama 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Nah, masyarakat Tionghoa di Indonesia akhirnya kembali mendapatkan kebebasan merayakan Imlek pada tahun 2000 ketika Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14/1967 dengan mengeluarkan Keppres No.6/2000 (pencabutan Inpres No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa).
Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Gus Dur kemudian menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif.
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.