Indonesia dan China Makin Erat, UMKM Seharusnya Terangkat
Dengan demikian, maka sudah dapat dipastikan bahwa perdagangan kedua negara akan kembali mengalami peningkatan pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.
Apalagi sejak tahun lalu, Indonesia dan China melalui bank sentralnya masing-masing, yakni Bank Indonesia dan People's Bank of China (PBOC) telah menandatangani kesepakatan mekanisme penyelesaian transaksi bilateral yang dikenal dengan Local Currency Settlement (LCS).
Dengan diberlakukannya LCS tersebut, para pengusaha Indonesia dan China bisa melakukan transaksi menggunakan mata uang Rupiah dan dolar tanpa harus mengonversinya dengan mata uang Dolar AS, seperti sebelumnya.
Beberapa produk unggulan Indonesia yang mengalami peningkatan nilai ekspor ke China hingga di atas 100 persen, di antaranya bahan bakar mineral, produk turunan nikel, produk industri penggilingan, produk keramik, logam mulia, olahan dari sayuran, mutiara alam, mutiara budi daya, dan olahan daging ikan.
Besi dan baja dari Indonesia nilai ekspornya tumbuh 72,35 persen, bijih logam (109,29 persen), aneka produk kimia (65,17 persen), bahan kimia organik (107,37 persen), dan timah dan turunannya (283,61 persen).
Secara umum komoditas unggulan Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekspor ke China masih banyak yang bersumber dari alam sehingga belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pertambahan nilai.
Mungkin hanya bulu unggas olahan, bunga tiruan, barang dari rambut manusia sebagai komoditas yang memberikan nilai tambah yang mengalami pertumbuhan ekspor ke China hingga 165,95 persen.
Jitu
Meningkatnya nilai ekspor Indonesia tersebut tampaknya masih belum menyentuh pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).