Indonesia Harus Terhindar dari Krisis Energi, Pangan, dan Air
jpnn.com, SEMARANG - Tantangan makro nasional adalah sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan saat menyampaikan Kuliah Umum di Universitas Diponegoro Semarang, Jumat (16/6/2017) petang.
Kuliah ini bertajuk 'Model Pengelolaan Keungan dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kawasan'.
Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyampaikan, untuk bisa mensinkronkan, maka hal yang harus diperhatikan dalam tahapan perencanaan dan penganggaran tahun 2018 adalah penyusunan tema, sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan.
Terlebih lagi, ungkap Taufik, saat ini telah terjadi ledakan jumlah penduduk yang sangat dahsyat. Sehingga akibat dari itu akan terjadi krisis. Kondosi krisis di sini menyangkut tiga hal, krisis energi, krisis pangan, dan krisis air.
"Krisis di sini menyangkut tiga hal. Konsumsi energi naik 41 persen di tahun 2035 berdasar estimasi jumlah penduduk 11 miliar orang. 2056 jumlah penduduk dunia sudah 14 setengah miliar. 2056 diperiksa energi fosil akan habis," ujar Taufik.
Sehingga dia menekankan, Indonesia harus terhindar dari krisis energi, pangan dan air. Di hadapan Rektor Undip, para Dekan, civitas akademika kampus dan para mahasiswa ia juga menjelaskan, saat ini dunia sedang mengalami suatu proses keseimbangan, untuk menuju pada posisi seimbang maka terjadilah transformasi kultural.
Transformasi kultural yang dimaksud oleh Taufik adalah, bisa terjadi di setiap lini kehidupan baik ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Persoalan tersebut diakibatkan oleh jumlah penduduk dunia yang sangat padat. "Yang idealnya jumlah penduduk tiga sampai empat miliar. Terjadi perubahan penduduk yang sangat dahsyat," ungkap Taufik.
Karena jumlah penduduk dunia yang terus bertambah, sedangkan di sisi lain ketersediaan kebutuhan penduduk terbatas maka akan terjadi kelangkaan energi, pangan dan air.
Dalam kondisi kelangkaan energi, diprediksi akan terjadi pada 2056. Maka akan terjadi perubahan penggunaan energi dari fosil ke energi hayati.
Taufik mewanti-wanti, Indonesia sebagai negara tropis penghasil energi hayati harus mampu menjawab tantangan tersebut, jangan sampai malah menjadi korban keadaan dunia.
"Adanya perubahan penggunaan energi fosil ke energi hayati, otomatis negara negara yang berada di daerah tropis itu menjadi negara primadona. Incara bagi negara-negara industri untuk mendapatkan sumber energi hayati menggantikan energi fosil," papar Taufik.
Oleh sebab itu mumpung masih ada waktu, mulai saat ini, Taufik menyarankan agar perencanaan dan pelaksanaan APBN bisa diselaraskan.