Indonesia Tahun 2021: Peluang Untuk Sukses Ada, Jangan Kita Sia-siakan
Oleh: Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Ke-6 RI)Sebenarnya, harapan dunia amat tinggi bagi pulihnya ekonomi global mulai tahun 2021 ini. Namun, tampaknya harapan itu tak segera terwujud. Pasalnya, di penghujung tahun 2020 yang lalu, tiba-tiba gelombang pandemi meninggi bahkan memuncak di banyak negara.
Sejumlah lembaga internasional karenanya harus memperbaharui prediksinya, utamanya menyangkut pertumbuhan dan prospek perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi global kembali dikoreksi ke bawah, atau tumbuh lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan ada pula yang memperingatkan negara-negara berkembang dan juga emerging markets atas utang negaranya yang sudah kelewat tinggi. Jangan sampai banyak yang mengalami krisis utang (debt crisis).
Untuk Indonesia, dengan asumsi penanganan pandemi lebih efektif dan berhasil, terutama dengan dilaksanakannya vaksinasi nasional, mulai tahun ini bisa dilakukan pemulihan ekonomi yang lebih luas. Kita tahu, kegiatan masyarakat di berbagai bidang dan aktivitas ekonomi di seluruh Indonesialah yang bakal mendorong tumbuhnya ekonomi nasional.
Bantuan sosial atau biaya untuk social safety net yang dilakukan pemerintah bisa menurun, jika lapangan pekerjaan bisa dihidupkan lagi. Artinya, angka pengangguran dapat dikurangi secara signifikan, sehingga masyarakat punya penghasilan lagi. Syarat terbukanya lapangan kerja adalah apabila investasi dan bisnis (baik sektor formal maupun informal) menggeliat lagi. Kebangkitan atau pergerakan ekonomi tersebut bisa terwujud jika konsumsi atau demand, utamanya konsumsi rumah tangga, kembali pulih dan meningkat.
Sebenarnya teorinya tidak muluk-muluk. Yang mesti dilakukan negara tiada lain adalah stimulasi permintaan, untuk menggerakkan kembali kegiatan bisnis dan investasi yang sedang mandeg. Memang semuanya memerlukan proses dan tak bisa begitu saja datang. Perlu kebersamaan dan upaya terpadu antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas (troika).
Tantangan utama yang bakal dihadapi oleh pemerintah adalah bagaimana fiskal dan APBN kita bisa dikelola dengan baik. Juga bagaimana utang Indonesia dapat dikontrol secara ketat dan serius. Utang yang ada menurut saya sudah sangat tinggi dan karenanya tidak aman. Persoalannya bukan hanya meningkatnya rasio utang terhadap PDB Indonesia, tetapi yang berat adalah utang yang besar itu sangat membebani APBN kita. Membatasi ruang gerak ekonomi kita.
Betapa beratnya ekonomi kita jika misalnya 40% lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang. Berapa banyak yang tersedia untuk belanja pegawai dan belanja rutin, dan kemudian berapa yang tersisa untuk belanja modal dan membiayai pembangunan. Jadi, jangan hanya berlindung pada persentase debt-to-GDP ratio yang dianggap masih aman dan diperbolehkan undang-undang. Bukan di situ persoalannya. Persoalannya terletak pada kemampuan pemerintah untuk membayar utang itu (capability to pay) yang dirasakan sudah sangat mencekik.
Menurut pendapat saya, permasalahan utang yang sangat serius ini secara bertahap dapat diatasi. Cara yang paling sederhana adalah kurangi defisit anggaran. Kalau tahu penerimaan negara jauh berkurang, karena pemasukan dari pajak juga terjun bebas, ya kendalikan pembelanjaan negara.