Indonesia tak Berasap, Janji Jokowi yang Ditepati
jpnn.com, JAKARTA - Pertengahan tahun 2015. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya yang tengah berada di luar Negeri untuk tugas Negara, memilih pulang ke Tanah Air lebih cepat dari jadwal. Indonesia kala itu, tengah membara karena kebakaran hutan dan lahan.
Ini sebenarnya bukan bencana Karhutla pertama kali. Namun sudah terjadi berpuluh tahun lamanya. Bahkan 20 tahun terakhir, musim asap sudah menjadi musim ketiga yang rutin dirasakan jutaan rakyat. Padam sesaat, lalu membara lagi di tahun berikutnya. Seolah menjadi bencana yang terbiarkan tanpa solusi.
Kebakaran terparah rutin terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Di dua pulau besar inilah, mayoritas lahan-lahan gambut yang sulit dipadamkan, terbakar hebat. Gambut-gambut itu sudah berubah menjadi lahan perkebunan, yang sebagian besar berada di lahan-lahan konsesi perusahaan-perusahaan besar.
Karhutla 2015 begitu hebat. Mengulang kehebatan bencana yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Titik api terlanjur meluas. Lidah api bercampur angin kencang, sudah sulit dipadamkan meski sudah mengerahkan segala cara. Api menghanguskan ratusan ribu hektar hutan. Mengeluarkan asap pekat yang mengubah langit menjadi kekuning-kuningan. Jarak pandang terbatas, ekonomi rakyat terganggu, fasilitas publik seperti bandara, bahkan sekolah terpaksa ditutup.
Jutaan rakyat kembali tersedak asap. Mereka hanya bisa pasrah, karena oksigen yang harusnya dihirup bersih, sudah bercampur dengan racun. Memenuhi ke penjuru rumah, bahkan ke posko-posko pengungsian. Tidak ada tempat untuk lari, berbulan-bulan tidak melihat matahari, apalagi indahnya langit biru. Semua hanya dipenuhi asap kelabu.
''Saat mendampingi Bapak Presiden Jokowi ke Palangkaraya (tahun 2015), saya benar-benar sedih melihat situasinya,'' kenang Menteri Siti. Itu adalah tahun perdana pemerintahan Jokowi-JK diuji dengan bencana yang rutin terjadi sejak pemerintahan sebelumnya.
Di lokasi karhutla, Presiden yang baru menjabat itu tertegun melihat lahan bekas terbakar. Ia berjalan di antara tanah hitam, pohon tumbang, dan udara yang terasa sesak dihirup. Dari raut wajahnya terlihat kesedihan.