Infrastruktur dan Fantastika Jokowi
Berkomentar terhadap APBN 2017 tersebut, dia menilai angka belanja infrastruktur ( sebesar Rp. 387 triliun ketika itu) sudah cukup baik, dibandingkan era sebelumnya, namun masih kurang apabila mengacu pada acuan seperti di India sebesar lima persen atau China sebesar 10 persen terhadap GDP mereka.
Global Infrastructure Hub (GI Hub), seperti yang dikutip wartaekonomi.co.id 9 Januari 2018, memproyeksikan kebutuhan pembangunan infrastruktur kita sampai tahun 2040 mencapai 1,7 trilyun dolar AS atau sekitar Rp. 23.000 trilyun. Ini berarti, kita perlu membelanjakan sekitar Rp. 1000 trilyun per tahun anggaran untuk kebutuhan infrastruktur.
Melihat proyeksi GI Hub ini, maka sebetulnya sangat wajar jika Jokowi “ngebet” mengejar Rp 4.150 triliun untuk mendanai 223 proyek dan 3 program yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional untuk satu periode kepemimpinannya, yang bisa beasal dari APBN, BUMN/D, maupun swasta.
Outlook GI Hub mengungkapkan bahwa infrastruktur jalan membutuhkan investasi terbesar hingga 2040, diikuti oleh listrik, air, dan telekomunikasi. Infrastruktur listrik dan jalan berkontribusi hampir 80% dari kebutuhan investasi Indonesia yang diperkirakan sebesar 1,7 trilyun dolar AS tersebut.
Bagaimana Infrastruktur Bekerja
Tentang bagaimana infrastruktur bekerja dalam menjawab kebutuhan manusia, baik kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial, pada tingkat minimal, tentu sangatlah bisa dipahami. Mengargumentasikannya menjadi tidak masuk akal. Tetapi bagaimana infrastruktur bekerja dalam memproduksi kehebatan suatu ekonomi, sampai karena itu kita harus menghabiskan uang sangat banyak untuk membangunnya, tentu bukanlah hal yang mudah untuk kita pahami.
Penelitian IMF sendiri mengungkapkan bahwa menginvestasikan 1% lebih banyak PDB ke dalam modal publik dapat memberikan dorongan kepada PDB hingga 2,5% dalam jangka panjang. Tetapi, pernyataan yang “tidak operasional” tersebut tentu belum menjawab kebutuhan kita untuk memahami bagaimana pengaruh itu bisa terjadi. Saya pun berada pada posisi yang tidak memahami dengan baik aliran proses dan pengaruh tersebut, sedemikian rupa sampai menghasilkan kemajuan ekonomi.
Sebagai orang yang awam di bidang ilmu ekonomi infrastruktur, saya hanya melihat bahwa kalau India dan Cina sangat ngebet dalam membangun infrastrukturnya, dalam magnitude yang lebih besar dari kita, itu berarti infrastruktur berkemungkinan besar merupakan “sesuatu” dalam kehidupan ekonomi dan sosial mereka.