Infrastruktur dan Fantastika Jokowi
Seperti yang sudah banyak diinformasikan, kondisi fiskal kita masih sehat menurut parameter Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengamanatkan defisit anggaran tidak lebih dari 3% dari Produk Domestik Bruto dan jumlah pinjaman maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
Defisit anggaran dalam APBN 2019 sendiri sebesar 1,84% dari PDB, yang merupakan angka defisit terkecil dibandingkan angka defisit terkecil yang pernah terjadi di tahun 2012, yakni sebesar 2,8 persen terhadap PDB. Angka itu juga memperlihatkan tren penurunan yang signifikan dari angka defisit APBN 2015 sebesar 2,59 persen, menuju 2,49 persen di 2016, 2,15 persen di 2017 dan 2,12 persen di 2018.
Utang pemerintah sendiri, yang sudah menumpuk sejak periode-periode kepemimpinan sebelumnya, masih berada pada kisaran 30 persen, jauh di bawah lampu merah Undang-Undang. Total utang pemerintah pusat per Oktober 2018 mencapai Rp 4.478,5 triliun, yang terdiri atas pinjaman sebesar Rp 833,9 triliun dan utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.644,6 triliun.
Total pinjaman sebagian besar merupakan pinjaman luar negeri, yang terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 334,6 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 446,9 triliun, dan pinjaman komersial mencapai Rp 46 triliun.
Sementara itu, utang yang berasal dari penerbitan SBN terdiri dari SBN dalam denominasi rupiah dan denominasi valas yang masing-masing mencapai Rp 2.570,5 triliun dan Rp 1.074,1 triliun. Posisi utang, dengan demikian, relatif terkendali, dan tidak perlu membuat suasana batin menjadi mencekam. Apalagi jika kita secara pintas membandingkan utang negara lain.
Di Amerika dan Jepang, rasio utang terhadap PDB masing-masing berada di angka 105 persen dan 253 persen. Angka sebesar itu cukup umum di negara maju yang secara mudah bisa mendapatkan pinjaman. Di kawasan Asia Tenggara, rasio utang terhadap PDB Indonesia juga relatif rendah.
Tentang besarnya belanja infrastruktur, adalah penting buat kita untuk menggali sejumlah perspektif dalam melihat besarnya belanja infrastruktur. Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono suatu waktu di tahun 2017 mengungkapkan, bahwa menurut rekomendasi para ekonom dunia, idealnya belanja infrastruktur suatu negara sekurang-kurangnya adalah lima persen terhadap produk domestik bruto atau GDP.
"Saat ini GDP Indonesia sebesar Rp12.500 triliun, artinya lima persennya adalah Rp. 600 triliun per tahun. Alokasi APBN 2017 untuk infrastruktur adalah sebesar Rp387 triliun sehingga masih membutuhkan sekitar Rp213 triliun kekurangan dananya untuk mencapai porsi itu," katanya ketika itu (18/7/2017).