Ingin Pelajar Bangga Pakai Sepatu Merek Indonesia
jpnn.com - Upaya pemerintah untuk mengangkat kesejahteraan perajin Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) masih jauh dari harapan. Masalah anggaran menjadi persoalan fundamental. Sementara para perajin UMKM harus terus bergerak dan berusaha. Seperti para perajin sepatu yang tergabung di Asosiasi Perajin Tangerang (APTA) yang punya sejumlah idealisme dalam membuat sebuah produk, selain motif ekonomi. Apa itu?
BRIGITA SICILLIA, Tangerang
PABRIK sederhana dibangun di areal padat penduduk. Tapi, pabrik itu tidak sendirian. Ada beberapa pabrik yang tidak terlalu luas dibangun di sejumlah areal di kawasan belakang perumahan Citra Raya Cikupa, Tangerang. Sebagian dari pabrik-pabrik di sana adalah milik perajin sepatu. Mereka adalah para perajin yang awalnya bekerja di pabrik sepatu besar di kawasan Tangerang.
Namun sayang, pada 2002 silam pabrik tersebut bangkrut dan seluruh karyawannya di-PHK tanpa pesangon. Jadilah, sekitar 7.000 karyawan hidup terlunta-lunta. Sebagian pulang ke kampung halaman, sisanya membuka bisnis sendiri dan berpencar-pencar.
Muhammad Dahlan, adalah satu dari sekian banyak karyawan korban PHK yang kemudian mencoba peruntungan membuka pabrik rumahan untuk sol sepatu. ’’Dengan modal pinjaman sebesar Rp 5 juta, saya mencoba peruntungan membuka industri rumahan. Hanya berdua dengan teman saya,’’ kata pria asal Lampung itu ketika ditemui INDOPOS (JPNN Group) di pabriknya kawasan Desa Dukuh, Cikupa, Tangerang, belum lama ini.
Dia yang tergabung dalam APTA itu mengaku jatuh bangun sebagai perajin sepatu. Selain terbentur masalah modal, dia juga mengaku belum tahu akan dikemanakan produksi sol sepatu miliknya itu. ’’Karena sebagai buruh kan cuma tahunya bikin sepatu saja.
Sementara sebagai perajin, harus tahu bagaimana memasarkan produk juga. Akhirnya saya mau tidak mau belajar dari nol dengan pengetahuan seadanya,’’ aku pria berdarah Sunda-Jawa itu. Berkat kegigihan, akhirnya dia berhasil men dapatkan sejumlah pelanggan.
Baik dari toko-toko sepatu di sekitar Tangerang, hingga be berapa orderan dari China. Sejak tiga tahun lalu, Dahlan mengaku bisnis UMKM miliknya sudah berjalan lancar dan sudah mampu menghasilkan omzet kotor sebulan sebesar Rp 4 miliar. Tapi, seperti diutarakan sebelumnya, bahwa para perajin yang tergabung di APTA bukan se kadar mencari uang semata.