Ini Daftar Pekerjaan Rumah Jokowi-JK di Sektor Ekonomi
Kedua, angka ketimpangan yang masih bertengger di kisaran 0,39. Itu adalah angka yang masih berstatus waspada dan berarti bahwa sistem ekonomi yang dijalankan selama ini masih belum mampu menciptakan pemerataan secara total.
Postur APBN yang terus defisit dari tahun ke tahun masih tak bisa diterjemahkan menjadi kesejahteraan bagi rakyat banyak, kemakmuran untuk semua.
Faktanya, hanya ada 1% orang yang menguasai 39% pendapatan nasional. Lebih dari itu, tak lebih dari 2% orang telah menguasai lebih dari 70% tanah di Republik ini.
Ketiga, ekonomi nasional tidak dinikmati oleh rakyat banyak. Angka di kuartal III yang mencapai 5,06 persen tak menggenjot daya beli sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dari 4,95 persen menjadi 4,93 persen.
Itu terjadi signifikan pada kelas masyarakat menengah ke bawah yang proporsinya sebesar 80 persen.
Tertekannya daya beli itu lalu berimbas pada penurunan kinerja industri ritel yang hanya mampu tumbuh di angka 5 persen, industri barang konsumsi kemasan hanya tumbuh 2,7 persen.
"Ini terungkap dalam Survei Nielsen yang disebut-sebut sebagai pertumbuhan paling rendah dalam 5 tahun terakhir. Survei itu mengungkap bahwa distorsi daya beli tidak terjadi pada masyarakat kelas atas yang jumlah tak lebih dari 20 persen. Ini menjadi bukti bahwa sistem ekonomi yang dijalankan sekarang belum memenuhi amanat konstitusi untuk memajukan kesejahteraan umum," tutur politikus Gerindra ini.
Keempat, ambisi pemerintah membangun infrastruktur masih tercium di dalamnya jejak mengorbankan sektor lain.