Ini Saran Fahri ke Jokowi untuk Sikapi Manuver Panglima TNI
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tak membiarkan sikap frontal Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Apalagi yang terkini terkesan ada perbedaan sikap yang meruncing antara Gatot dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto terkait pengadaan senjata api untuk Badan Intelijen Negara (BIN).
"Sikap keras dari Panglima itu harus menjadi materi pembahasan di dalam pemerintah. Jangan segala sesuatu diringakan dan dilonggarkan. Tapi harus betul-betul dibahas," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/9).
Fahri menambahkan, tidak semestinya dalam satu pemerintahan ada perbedaan suara yang disampaikan ke publik. Menurutnya, polemik itu harus segera dihentikan agar tidak menimbulkan kegaduhan di internal pemerintah.
“Ini kan kesannya ada perbedaan informasi antara Panglima TNI dan Menkopolhukan. Jadi lebih baik dihentikan,” ujar Fahri.
Lebih lanjut Fahri menduga pernyataan Gatot justru mengisyaratkan adanya ketidakberesan dalam membeli senjata di Indonesia selama ini. Sehingga, hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
"Ini mungkin kritik dalam metode belanja alutsista (alat utama sistem persenjataan, red) di Indonesia. Sebab diduga ada penyimpangan dan kebocoran," pungkasnya.
Seperti diketahui, Gatot dalam acara silaturahmi dengan para sesepuh TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9), mengungkapkan adanya institusi yang berencana mendatangkan lima ribu pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Jokowi. Namun, Gatot tidak memberikan info secara terperinci mengenai institusi yang dimaksud dan jenis senjata yang akan didatangkan.
Sedangkan Wiranto dalam siaran pers Kemenkopolhukam kemarin (24/9) menyatakan, yang ada adalah 500 senjata api pesanan BIN. Itu pun bukan impor, melainkan pesan ke PT Pindad.