Insyaallah Aku Lilo, Madrid
Ia memang berhak ‘memithing’ Salah. Tapi bahwa kemudian menjatuhkannya itu membuat Ramos akan hilang dari ingatan saya.
Dipithingnya masih ok, dijatuhkannya masih biasa. Tapi posisi tangan Salah saat tertindih badan Ramos yang besar itu melengkung. Ngilu di hati. Saat melihat layar televisi.
Pokoknya saya tidak mau menulis nama Ramos lagi. (Kata ‘dipithing’ itu sengaja saya pilih untuk menyibukkan Google translate. Maafkan Google ya… ini kan bulan puasa. Apakah mas Google juga puasa?)
Tapi saya harus tawakkal. Ini bulan puasa. Begitulah memang tugas pemain belakang seperti Ramos: mematikan penyerang.
Mohamad Salah tahu prinsip itu. Jadi salahnya Salah sendiri.
Seandainya wasit memberi Ramos kartu kuning pun tidak menyembuhkan tangan dan bahunya. Itulah sebabnya Salah menangis. Menyesal sekali. Tidak bisa bikin sejarah: memenangi Piala Champions untuk Liverpool… yang begitu lama dirindukan. Oleh saya.
Salah benar-benar menangis. Mungkin sampai ‘metu eluh getih putihe’. Begitu mengharukan. Seisi stadion Kiev menangis. Menurut perasaan saya. Yang sudah gelap mata.
Tapi yo wis rapopo. Insyaallah aku iso lilo…. Saya menangis karena Salah menangis. Tapi tangis itu saya simpan di dalam kalbu.